REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBM NU) Jawa Timur memutuskan hukum uang kripto atau cryptocurrency haram berdasarkan sidang bahtsul masail yang digelar dua pekan lalu.
Sekretaris LBM NU Jatim, KH Muhammad Anas menjelaskan, keputusan haramnyauang kripto dikaji dengan sudut pandang sil’ah atau mabi’ dalam hukum Islam atau fikih.
Sil’ah secara bahasa sama dengan mabi’, yaitu barang atau komoditas yang bisa diakadi dengan akad jual beli. Karena itu, barang atau komoditas dimaksud bisa diniagakan.
Dalam hukum Islam, lanjut Anas, ada tujuh syarat barang atau komoditas boleh diperjualbelikan. Pertama, barang tersebut harus suci. Mafhumnya, barang bisa diketahui suci atau tidak bila fisiknya nyata.
"Kedua, bisa dimanfaatkan pembeli secara syara dengan pemanfaatan yang sebanding dengan status hartawinya secara adat," ujarnya di Kantor PWNU Jatim, Surabaya, Selasa (2/11).
Kemudian yang ketiga, barang tersebut bisa diserahterimakan secara hissy (fisik) dan syar’i. Keempat, pihak yang berakad menguasai pelaksanaan akadnya. Kelima, megetahui baik secara fisik dengan jalan melihat atau secara karakteristik dari barang. Keenam, selamat dari akad riba.
Terakhir, aman dari kerusakan sampai barang tersebut sampai di tangan pembelinya. Artinya, sil’ah wajib terdiri dari barang yang bisa dijamin penunaiannya. “Di uang kripto itu tidak ada,” ujar Anas.
Katib Syuriah PWNU Jatim KH Syafruddin Syarif menjelaskan, keputusan LBM NU Jatim terkait hukum Cryptocurrency itu akan dibawa PWNU Jatim dan diusulkan agar dibahas di forum bahtsul masail saat Muktamar ke-34 NU di Lampung pada 23-25 Desember 2021. Di sana, adu argumentasi akan terjadi lagi antara para ahli hukum Islam NU se-Indonesia.
Bisa jadi, keputusan di forum bahtsul masail Muktamar NU soal hukum uang kripto itu berbeda dari keputusan hasil LBM NU Jatim. bila terjadi seperti itu, Syafruddin mengatakan bakal mengikuti keputusan di atasnya. “Karena ini organisasi, maka kami mengikuti keputusan di atasnya, yakni PBNU," ujarnya.