Ahad 17 Oct 2021 06:15 WIB

Tradisi dan Instruksi Muhammadiyah tentang Maulid Nabi

Peringatan maulid Nabi sudah menjadi tradisi Muhammadiyah.

Tradisi dan Instruksi Muhammadiyah tentang Maulid Nabi. Warga menggotong aneka barang sedekah saat Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Kampung Tegalparang, Soyog, Serang, Banten, Ahad (1/11/2020). Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW berlangsung setiap bulan Mulud pada penanggalan Jawa dilakukan dengan mengumpulkan aneka barang sedekah untuk diarak keliling kampung dan dibagikan kepada warga yang membutuhkan.
Foto:

Maulid Nabi Haram?

Walaupun sudah menjadi tradisi mayoritas ummat Islam Indonesia (dan Muhammadiyah), pada masa lalu juga ada sebagain ummat Islam yang melarang peringatan Maulid Nabi. Setidaknya hal ini dapat kita baca dalam tulisan Mas Mansur (Ketua Majelis Tarjih 1928-1936 dan ketua PP Muhammadiyah 1937-1941) di dalam Panji Islam 25 Mei 1937 dan di Pedoman Masyarakat Nomor 16/1940. Kedua tulisan itu dapat dibaca di buku mas Mansur Karangan Yang Terseba” yang disunting Amir Hamzah Wirjosukarto.

Dua tulisan itu pertama tentang Hukum Memperingati Maulid Nabi dan yang kedua tentang Kedudukan Maulud dalam Islam. Pada tulisan pertama Mas Mansur mengemukakan polemik tentang hukum peringatan Maulid Nabi dan pendapat yang berkembang. Sedang tulisan kedua memuat pendapat Mas Mansur tentang Maulud Nabi. Di sini Mas Mansur menulis sebagai berikut:

“Sekarang mari kita selidiki dengan seksama, bagaimanakah sebenarnya kedudukan maulud itu dalam Islam, agar hal ini hendaknya jangan meragukan bagi umat Islam tentang mendudukkannya. Terutama sekali hal ini, sudah berabad-abad dijalankan oleh umat Islam,sehingga pada masa sekarang ini dia dibuat sebagai adat kebiasaan, dikerjakan di mana-mana tempat, istimewa di tanah air kita Indonesia ini.

Cuma yang tinggal menjadi buah perbincangan kita, ialah: Apakah maulud itu termasuk perkara agama, ataukah dia hanya ada kebiasaan bagi umat Islam, untuk menghidupkan semangat dan perasaannya, menyadarkan jiwa raganya kepada jasa dan pengorbanan yang telah ditumpahkan oleh Nabi besar SAW. Itu, artinya bukan tergolong perkara agama?

Sedangkan di bagian paling akhir mas Mansur menulis, “Di samping kita menghormati hari maulud itu, janganlah kita anggap bahwa pekerjaan kita yang demikian itu termasuk suruhan agama, karena kalau demikian, nyatalah pekerjaan kita itu “bid’ah dhalalah” karena suruhan dari Rasul tidak ada. Hanya hal itu semata-mata timbul dari hati yang suci, hati yang rindukan turut mengagungkan hari maulud penghulunya …. kalau umpamanya ada orang yang berkata: kenapa dilakukan pada bulan maulud saja, tidak dilakukan pada lain waktu. Kita jawab dengan ringkas: Sebabnya, ialah karena pada ketika itu, adalah sebaik-baiknya waktu, (psychologisch moment), sedang sesuatu barang yang dikerjakan pada yang bertepatan dengan waktunya itu, lebih utama dari sesuatu yang tak dikerjakan pada yang bukan waktunya yang asli.”

Pendapat mas mansur ini tampaknya segaris dengan  fatwa Majeis Tarjih Muhammadiyah tahun 2009: https://suaramuhammadiyah.id/2020/10/28/fatwa-tarjih-hukum-mengadakan-peringatan-maulid-nabi-muhammad-saw/.

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement