Rabu 13 Oct 2021 05:01 WIB

Zaim Saidi dan Nasib Dinar Kuno Kekhalifahan di Situs Barus

Dengan kasus Zaim Saidi memang tampaknya sejarah Islam perlu ditulis ulang.

1.300 tahun lalu dinar-dirham dipakai untuk transaksi di Desa Jago-Jago Sumut.
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika.

Tentu saja menjadi aneh bila hari ini sampai mendengar kabar penggagas 'Pasar Mamalah' Zaim Saidi divonis tidak bebas alias dipidana. Untunglah hakim di pengadilan Depok masih melihat nurani bahwa dinar (mata uang emas) dan dirham (mata uang perak) sejak dahulu kala sudah menjadi mata uang di wilayah nusantara. Bahkan, transaksi dengan uang emas dan dirham ini terjejak sudah dilakukan di Indonesia lebih dari 1.000 tahun silam.

Temuan adanya mata uang dinar kuno di Indonesia sudah ada buktinya. Dan yang paling berjasa mengungkapkannya adalah pada sosok Dr Phil Ichwan Azhari. Dia adalah seorang sejarawan, pengajar, dan ahli filologi Indonesia.

Dr Ichwan Azhari juga merupakan ketua Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, Medan, Sumatra Utara. Ichwan juga dipercaya sebagai ketua Asosiasi Museum Indonesia Sumatra Utara. 

''Bagaimana kabarnya kasus Dirham Pak Zaim Saidi?'' tanya beliau dalam percakapan melalui telepon Selasa pagi (12/10). Entah ada feeling apa tiba-tiba kami membicarakan soal dinar kuno yang ditemukan dalam jumlah besar di sebuah kampung terpencil di kawasan Barus, Sumatra Utara. Tampaknya perhatian tersentak ke sana ketika "Babe" Ridwan Saidi menuliskan hubungan tanah yang disebutnya sebagai Andunisi (Indonesia) dengan peradaban Mesir kuno semasa para dinasti Fir'aun berkuasa.

Tapi, intinya kami berdua sedih ketika temuan "raksasa" bahwa tanah nusantara sudah berjalin hubungan dengan masa kegemilangan Islam ribuan tahun silam ditemukan seperti terabaikan. Klaim bahwa orang Indonesia tak kenal uang emas faktanya memang hanya bualan. Jejak uang dirham dan dinar kuno itu kini nyata dan salah satunya tersimpan dalam koleksi perpustakaan milik politisi Fadli Zon yang berada di kawasan Perjenihan, Jakarta Pusat.

''Kami sudah lapor soal itu kepada pihak Kemendikbud. Juga sudah lapor kepada pihak Museum Nasional. Intinya, kami minta agar negara mengamankan situs kuno itu. Dan juga mengamankan koleksi dinar dan dirham kuno itu yang kini masih ada di tangan masyarakat,'' ujar Ichwan.

Dan menurut Ichwan, efek dari ditemukannya dinar kuno masa kekalifahan ini akan sangat mengubah sejarah. Misalnya soal kedatangan Islam yang ada di buku-buku sejarah masih ditulis dengan mengacu pada sejarah kolonial, di mana Islam selalu disebut datang dari Gujarat (India), tak langsung dari kawasan Arabia. Klaim sejarah ala kolonial kini benar-benar terbantahkan dengan telak.

Baca juga : Tahanan Jihad Islam akan Mogok Makan di Penjara Israel

''Sayangnya belum ada perhatian dan jawaban saya. Memang ada keinginan dari Perpusnas untuk mengambil tindakan. Namun, sampai hari ini belum terlaksana karena saat itu meledak soal pandemi Covid-19. Jadi, soal ini urung diurus,'' kata Dr Ichwan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement