REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Otoritas pendudukan Israel menolak pasokan listrik regular ke Palestina di Jalur Gaza selama 15 tahun. Pengepungan yang terus dilakukan Israel membuat warga Palestina tidak dapat menemukan solusi sederhana untuk masalah listrik.
Masalah tersebut berdampak pada semua sektor masyarakat sipil dan lembaga-lembaga penting yang melayani warga Palestina. Jalur Gaza membutuhkan 500 megawatt (MW) listrik per hari, tetapi hanya mendapat 200 MW. Dari jumlah tersebut, 120 MW datang langsung dari Israel, 20 berasal dari Mesir, dan sisanya berasal dari satu-satunya pembangkit listrik Gaza yang tersisa.
Pembangkit listrik itu telah beroperasi dengan kapasitas yang sangat berkurang karena kurangnya bahan bakar dan pengepungan. Israel meledakkan pembangkit listrik 14 tahun yang lalu dan telah mencegah rekonstruksi. Selain itu, Israel juga memblokir perbaikan yang diperlukan pada sistem pasokan listrik.
Warga Palestina di Jalur Gaza menerima listrik hanya selama delapan jam, diikuti dengan pemadaman listrik selama delapan jam. Di musim panas, terkadang pasokan listrik terputus selama 12 jam setiap kali.
Sulit membayangkan keluarga yang tinggal hanya beberapa puluh kilometer dari kota metropolitan Tel Aviv tidak memiliki pasokan listrik reguler. Pemadaman listrik membuat penduduk Gaza tidak dapat menggunakan peralatan listrik dasar, seperti lemari es, mesin cuci, dan oven listrik dengan aman.