Baptisan Massal
Dalam buku Menyintas dan Menyeberang. Perpindahan Massal Keagamaan Pasca 1965 di Pedesaan Jawa, Singgih Nugroho juga mengungkap fenomena ini. Buku yang diangkat dari tesis berjudul “Baptisan Massal Pasca Peristiwa 30 September 1965 (Studi Kasus Perpindahan Agama ke Kristen di Salatiga dan Sekitarnya pada Tahun-tahun Sesudah 1965)" ini mengulas fenomena di Desa Selogede, Salatiga, Jawa Tengah. Agar tak dicap PKI, warga beramai-ramai pindah agama dari Islam (Abangan dan Kejawen) ke agama Kristen.
Perpindahan massal terjadi karena pasca-G-30-S/PKI, pemerintah Orde Baru mewajibkan setiap warga memeluk salah satu di antara agama-agama yang diakui di Indonesia. Agama Kristen-Katolik dipilih karena dianggap membawa kedamaian dan mengajarkan tentang kasih sayang sesama. Sementara, Islam dianggap sebagai agama penuh kekerasan dengan kewajiban beribadah bersanksi keras bila dilanggar.
Ada pula yang kembali memeluk Islam meski masih abangan. Fenomena ini terutama terjadi di wilayah sekitar gunung Merapi Merbabu, basis pelarian eks-PKI pasca-G-30-S/PKI dengan istilah Merapi-Merbabu Complex (MMC).
Selama puluhan tahun, mereka hidup di tengah masyarakat dengan keyakinan baru mereka, baik yang KTP mereka masih berstempel ET (eks tapol) maupun anak cucu mereka yang tidak berstempel. Dalam kehidupan sosial, mereka berbaur dengan masyarakat secara umum. Mereka yang pernah menjadi anggota PKI dan onderbouw-nya masih tercatat dalam buku besar penduduk Kelurahan hingga RW dan RT. Namun secara kultural warga sudah menerima mereka kembali sebagai warga kampung mereka.
Baca juga : Satgas Ingatkan Pemda Antisipasi Klaster Maulid Nabi