REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak yang bertanya-tanya, mengapa badai tropis yang merusak banyak wilayah Oman dan memengaruhi negara tetangga seperti Uni Emirat Arab (UEA) dan Iran sejak Ahad malam bernama Shaheen?
Menurut laporan Associated Press, sejauh ini Shaheen telah menelan lima korban. Pertama kali Shaheen diketahui oleh Join Typhoon Warning Center (JTWC) pada 24 September saat muncul dari Teluk Benggala Timur Tengah dan bergerak menuju Bangladesh. Menurut Free Press Journal India, badai ini tadinya bernama "Gulab" yang diterjemahkan menjadi mawar.
Departemen Meterologi India (IMD) dilaporkan mengeluarkan peringatan tentang masalah tersebut. Mereka menyatakan badai dapat membuat runtuhnya massa tanah di berbagai wilayah pesisir di seluruh India.
Sementara badai kehilangan kecepatan dan kekuatannya, IMD memperingatkan badai itu dapat muncul kembali sebagai topan “Shaheen” dalam dua hingga tiga hari. Free Press Journal melaporkan badai tropis Shaheen yang mulai muncul di Laut Arab pada Sabtu dinamai oleh Qatar dan diterjemahkan menjadi elang.
Lima siklon berikutnya yang diperkirakan akan terjadi setelah Topan Gulab adalah Topan Shaheen, Topan Jawad, Topan Asani, Topan Sitrang, dan Topan Mandous. Dulu, para ahli meteorologi mengetahui praktik pemberian nama untuk badai dan siklon membantu orang mengingat badai dan mengomunikasikannya dengan lebih efisien. Ini mengarah pada masyarakat yang terinformasi dengan baik.
Dilansir Al Arabiya, Selasa (5/10), siklon tropis tidak dinamai menurut nama orang tertentu. Nama-nama tersebut dipilih berdasarkan wilayah dan apa yang paling mereka kenal. Nama yang diusulkan untuk siklon dan badai harus netral terhadap politik, agama, tokoh politik, gender, dan budaya. Mereka dipilih oleh 13 negara di kawasan, yaitu Myanmar, Oman, Thailand, Iran, Bangladesh, India, UEA, Arab Saudi, Thailand, Maladewa, Pakistan, Yaman, dan Sri Lanka.