Sabtu 02 Oct 2021 05:55 WIB

Kaiji, Mualaf Jepang yang Takjub dengan Surat Adz Dzariyat

Kaiji tertarik dengan Islam setelah mendalami agama ini secara intens

Kaiji tertarik dengan Islam setelah mendalami agama ini secara intens.
Foto:

Menurutnya, masyarakat Brunei sangatlah ramah dan baik. Di universitas tempatnya belajar, Kaiji tidak pernah merasa kesepian atau terisolasi. Ia pun berteman dengan banyak mahasiswa setempat.

Satu hal yang membuatnya sangat terkesan ialah pola hidup mereka. Islam menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kesehariannya. 

Kaiji saat itu baru menyadari, agama tersebut memiliki ritual doa minimal lima kali dalam sehari. Tanda masuknya waktu ibadah itu ditandai dengan kumandang suara yang dinamakan azan. Fenomena shalat ini kemudian ditanyakannya kepada beberapa kawan.

“Di Brunei, saya baru paham dan mengenal tentang ajaran Islam. Teman-teman saya di sana selalu antusias dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan saya (tentang Islam). Kami mengobrol biasa saja. Saat itu, belum ada ketertarikan dari saya pribadi untuk memeluk Islam,” tuturnya.

Walaupun tinggal di tengah masyarakat Muslim, ajaran Islam belum begitu memengaruhi Kaiji pada waktu itu. Ia masih suka menghabiskan waktu dengan pergi ke bar untuk menenggak minuman keras dan sebagainya. Walaupun, untuk itu, dirinya harus jalan-jalan hingga ke Singapura. Kebiasaan itu memang sudah sering dilakukannya sejak masih di Jepang. 

Begitu lulus dari kampusnya di Brunei, Kaiji merencanakan liburan. Di Negeri Singa, ia bersenang-senang dengan beberapa temannya untuk merayakan kesuksesan. Sesudah itu, dirinya kembali ke negara asalnya untuk mencari pekerjaan.

Kaiji melalui hari-harinya dengan biasa. Pagi hari, bersiap ke kantor. Setelah berjamjam di sana, pulang ke rumah untuk be r istirahat. Namun, pada akhirnya dirinya merasa hampa. Terasa ada kekosongan dalam hatinya yang perlu diisi. Ketika ada waktu luang, Kaiji mulai merenungi kehidupnya sejauh ini. Satu pertanyaan eksistensial tak lepas dari pikirannya. Sebenarnya, apa tujuan dirinya hidup? Manusia hidup untuk apa?

“Saya mulai khawatir. Muncul pertanyaanpertanyaan dalam hati, apa sebenarnya tujuan saya hidup,” katanya. Kaeji merasa, kewajibannya sebagai manusia dewasa telah ditunaikan. Ia telah melalui tahapan-tahapan kehidupan. Jenjang-jenjang pendidikan telah dilaluinya sejak sekolah dasar hingga lulus kuliah. Bahkan, ia kini telah bisa hidup mandiri. Penghasilannya dari bekerja sangat mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, tetap saja muncul kegelisahan tentang makna esensial kehidupan. 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement