Senin 06 Sep 2021 16:58 WIB

Ketika Berhaji Terhalang Pandemi

Buku "Romantisme Berhaji dan Romantisme Tanah Suci" diluncurkan.

Penulis buku Romantisme Berhaji dan Romantisme Tanah Suci, Riza Perdana Kusuma.
Foto: Dok Republika Penerbit
Penulis buku Romantisme Berhaji dan Romantisme Tanah Suci, Riza Perdana Kusuma.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehadiran pandemi Covid-19 menyebabkan masa tunggu berhaji di Indonesia semakin lama. Masa tunggu tersingkat mencapai 14 tahun, sementara terlamanya sudah sampai 36 tahun.

Tentu tidak mudah menghadapi situasi ini. Terlebih bagi mereka yang sudah berusia lanjut dengan kerinduan ke Tanah Suci yang sangat tinggi.

photo
Habiburrahman El-Shirazy atau akrab disapa Kang Abik.  (Foto: Dok Republika Penerbit)

Dalam peluncuran  buku Romantisme Berhaji dan Romantisme Tanah Suci yang diselenggarakan Republika Penerbit secara daring (Ahad, 5/9) Habiburrahman El-Shirazy atau biasa disebut Kang Abik berpesan agar kita ber-husnuzhan (berbaik sangka) kepada Allah. “Saya selalu berpesan untuk diri saya sendri untuk selalu husnuzhan kepada Allah. Selalu berprasangka baik kepada Allah. Itu yang saya rasakan. Barakah husnuzhan kepada Allah itu luar biasa.  Husnuzhan itu penting sekali,” jelas penulis buku-buku bestseller itu seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Dan, terkait dengan larangan berhaji karena pandemi, Kang Abik menyampaikan bahwa saat ini masyarakat  semestinya mengikuti regulasi. “Masalah haji ini sesuatu yang menarik. Ketika berbicara haji ada kalimat untuk orang yang mampu, mani-statha’a ilaihi sabila.”

Sejalan dengan pesan kang Abik, Riza Perdana Kusuma, penulis Buku Romatisme Berhaji dan Romantisme Tanah Suci berharap bahwa kehadiran buku ini bisa menjadi cara untuk ber-husnuzhan. Riza menyadari kehadiran pandemi membuat banyak orang prihatin, terutama yang sudah mendaftar. “Buku ini diharapkan bisa menyembuhkan dan mengobati. Meskipun ini tidak sempurna. Kerinduan ini bisa terobati dengan hadirnya buku ini,”  ujarnya.

Selama masa tunggu, masyarakat  bisa bersiap untuk ke Tanah Suci. Salah satunya, menurut Kang Abik,  menimba ilmu pada yang sudah memiliki pengalaman haji.

Bagi Riza haji itu mahal. Tidak semua orang bisa sampai ke sana. “Jadi, sesuatu yang mahal itu harus by design. Harus kita persiapkan jauh-jauh hari,”  tuturnya.

Selain soal biaya dan pengetahuan tentang manasik, yang sangat penting untuk dipersiapkan adalah soal rasa rindu, kangen, dan cinta. “Keintiman itu tidak bisa dibangun seketika. Itu tidak bisa. Kita itu bisa jatuh cinta sama seseorang tidak bisa dipaksa saat itu jatuh cinta. Tidak bisa. Ada proses. Kita akan punya kecintaan luar biasa sehingga bisa berasyik masyuk dengan Allah SWT, kalau kita membaca dulu, kalau kita mengetahui maqasid,” jelas kang Abik. 

Lewat buku Romantisme Berhaji dan Romantisme Tanah Suci, masyarakat  bisa belajar dari pengalaman Riza yang melaksanakan haji dengan penuh keintiman.

photo
Direktur Republika Penerbit dan Ketua Ikapi Pusat, Arys Hilman.  (Foto: Dok Republika Penerbit)

Bagi Arys Hilman, direktur Republika Penerbit dan Ketua Ikapi Pusat, buku karya Riza memiliki sesuatu yang beda. “Semua orang punya pengalaman pergi berhaji. Tetapi Mas Riza ini orang yang bisa berkontemplasi. Merefleksikan apa yang ada di sana.  Dan yang lebih penting lagi kemampuannya untuk  menyampaikannya dalam bentuk buku, dalam bentuk tertulis. Kita punya pengalaman, kita bisa bercerita, tetapi untuk menuliskannya tidak semua orang bisa sekuat ini. Walaupun buku ini personal, buku ini akan membuat siapapun yang sudah berhaji akan rindu ke Tanah Suci, dan bagi yang belum terpanggil untuk segera pergi ke Tanah Suci,” jelas  Arys yang mengaku menangis saat membaca buku ini. 

Tidak ada yang bisa memastikan kapan pandemi akan berakhir. Tidak ada yang tahu juga kapan kita bisa berhaji atau umrah. Ketika berhaji terhalang pandemi, kita bisa terus bersiap sehingga saat panggilan datang kita akan penuhi dengan penuh kesiapan. Berprasangka baiklah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement