Jumat 27 Aug 2021 15:35 WIB

LBM NU Imbau tak Perlu Ragu Divaksin dengan Pfizer

LBM NU menyatakan penggunaan Pfizer boleh karena dalam kondisi darurat

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
LBM NU menyatakan penggunaan Pfizer boleh karena dalam kondisi darurat. Ilustrasi Pfizer
Foto: AP/Jae C. Hong
LBM NU menyatakan penggunaan Pfizer boleh karena dalam kondisi darurat. Ilustrasi Pfizer

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia menyatakan vaksin Pfizer adalah haram meski boleh dipergunakan karena darurat dan alasan syari’i.   

Merespons hal itu, Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU), KH Sarmidi Husna, mengimbau kepada masyarakat Indonesia untuk tidak ragu menggunakan vaksin Pfizer dan Moderna yang masih belum jelas status kehalalannya. 

Baca Juga

Karena, menurut dia, saat ini Indonesia masih berada dalam keadaan darurat dan membutuhkan banyak dosis vaksin. "Masyarakat tidak usah ragu kalau mau divaksin dengan dua vaksin tersebut,  walaupun sekarang masih belum jelas apakah halal atau haram," ujar Kiai Sarmidi saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (27/8).   

Karena, menurut dia, menjaga kesehatan itu bagian dari hifdzun nafs, menjaga jiwa. Itu bagian dari maqashid as-syariah, dan itu lebih diutamakan ketimbang sekadar menggunakan vaksin yang dianggap haram itu.   

Dia mengatakan, kebutuhan dosis masyarakat Indonesia saat ini mencapai 400 juta lebih dosis. Sementara, vaksin yang sudah jelas status halalnya menurut LBM NU, seperti Sinovac dan Ekstrazeneca tidak akan mampu untuk memunuhi kebutuhan tersebut. Karena itu, menurut dia, Indonesia masih dalam keadaan darurat. 

Baca juga : In Picture: Vaksin Pfizer Mulai Digunakan di Bekasi 

"Jadi, karena yang dibutuhkan banyak, dan satu vaksin tidak bisa mencukupi, bahkan sekarang sudah ada dua atau tiga vaksin yang dipakai, itu saya kira masih dalam keadaan darurat ini," jelas Kiai Sarmidi. 

Berdasarkan undang-undang yang berlaku, tambah dia, sebenarnya hanya Komisi Fatwa MUI yang mempunyai wewenang untuk mengkaji halal dan haramnya produk vaksin. Sementara, LBM NU atau Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah hanya melakukan kajian yang sifatnya moral saja.  

"Jadi kayak LBM, Majelis Tarjih dan sebagainya itu tidak mempunyai wewenang. Jadi, Kalau LBM melakukan kajian itu hanya sifatnya moral etik saja," kata Kiai Sarmidi. 

Sebelumnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah melakukan sertifikasi halal pada empat produk, yakni Sinovac, AstraZeneca, Sinopharm, dan Pfizer. Untuk Vaksin Sinovac, MUI menetapkan bahwa vaksin itu halal. 

"Sedangkan untuk Vaksin AstraZeneca, Sinopharm, dan Pfizer MUI menetapkan bahwa ketiga vaksin ini haram," demikian pernyataan yang merujuk pada hasil konsultasi dengan Tim Salam MUI yang tersedia di situs resmi MUI, Jumat (27/8). 

Baca juga : Sertifikat tak Muncul di Peduli Lindungi? Ini Solusinya

Meski telah difatwakan haram, MUI menyatakan bahwa penggunaan vaksin-vaksin tersebut tetap dibolehkan. Hal itu berdasarkan pada sejumlah alasan, di antaranya karena kondisi yang mendesak untuk mencapai herd immunity (kekebalan kelompok), adanya risiko fatal jika tidak dilakukan vaksinasi, ketersedian vaksin Covid-19 yang halal tidak mencukupi, serta ketidakleluasaan pemerintah untuk mendapatkan dan memilih Vaksin Covid-19. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement