Selasa 17 Aug 2021 11:23 WIB

Pengakuan Kemerdekaan Berbalut Ukhuwah Islam

Pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Mesir ternyata terkait Ukhuwah Islam

Agus Salim ketika di Mesir menjalankan misi diploamatik pengakuan kedauatan
Foto: google.com
Agus Salim ketika di Mesir menjalankan misi diploamatik pengakuan kedauatan

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Uttiek M Panji Astuti, Penulis Buku dan Treveller.

"Are you Moslem?"

"Yes" Jawab keempatnya serempak, lalu saling bertatapan dan sontak tertawa.

"Well, then, ahlan wa sahlan. Welcome," sahut petugas imigrasi yang bertampang dingin dengan kumis melintang itu.

Kairo, 10 April 1947. Peristiwa itu begitu membekas dalam kenangan AR Baswedan, kakek Gubernur DKI Anies Baswedan, saat mendampingi The Grand Old Man, Haji Agus Salim, melakukan lawatan ke Mesir, setelah sebelumnya menghadiri Inter-Asian Relation Conference di New Delhi, India, dalam misi diplomatik memperkenalkan negara yang baru lahir, Republik Indonesia.

Kenangan itu ia tuliskan secara rinci dalam buku “Seratus Tahun Agus Salim”. Bagaimana mereka tertahan oleh petugas imigrasi di bandara Kairo tersebab paspor yang dibawa hanya berupa selembar kertas kecil yang telah lecek, bukan buku paspor seperti umumnya yang berlaku di dunia internasional.

Jawaban "Mision dipomatique dari sebuah negara baru di Asia bernama Republik Indonesia," yang disampaikan sebelumnya tak mempan meloloskan mereka. 

Namun identitas sebagai Muslim yang tercirikan dari pakaian dan penampilan mereka membuat petugas imigrasi membukakan pintunya, sekaligus menjadi awal terbukanya pengakuan kedaulatan atas negeri yang berjihad selama 350 tahun untuk mengusir penjajah Belanda.

Keempat tokoh yang tercatat dalam sejarah itu adalah Haji Agus Salim yang menjabat sebagai Menteri Muda Luar Negeri sekaligus ketua delegasi, AR Baswedan, Mr Nazir Pamoentjak, dan Prof DR HM Rasjidi (yang pada waktu itu belum bergelar Prof DR). Surat-surat serta naskah proklamasi yang disertakan adalah hasil terjemahan ke dalam bahasa Arab oleh Prof DR HM Rasjidi.

Perjalanan itu merupakan kunjungan balasan setelah sebelumnya Muhammad Abdul Mun'im, Konsul Jendral Mesir di Bombay (Mumbay), India, datang ke Yogyakarta pada 13-16 Maret 1947. 

Sebuah pesan penting dibawanya: Liga Arab berdasar hasil sidang 18 November 1946 mengakui kedaulatan sebuah negeri dengan mayoritas penduduknya Muslim sebagai sebuah negara yang baru berdiri berdasar ikatan keagamaan, persaudaraan dan kekeluargaan.

Rupanya ukhuwah sebagai sesama Muslim tak hanya meloloskan dari petugas imigrasi di bandara, namun juga menjadi bagian dari keberhasilan misi diplomatik itu. 

Tiga puluh menit sebelum delegasi itu ditemui Mahmoud Fahmy El Nokrashy Pasha, Perdana Menteri Mesir kala itu lebih dahulu bertemu dengan Duta Besar Belanda untuk Mesir.

Dubes Belanda berpropaganda bahwa Republik yang baru berdiri merupakan hasil kolaborasi para ekstrimis dan fasis Jepang. Bung Karno dan Bung Hatta dalam proses akan diadili sebagai penjahat perang oleh sekutu.

Lagi-lagi persaudaraan sesama Muslim yang menyelamatkan republik yang baru berdiri ini, melalui jawaban yang diberikan PM El Nokrashy.

"Menyesal sekali kami harus menolak protes Tuan. Mesir adalah negara berdaulat dan sebagai negara yang berdasarkan Islam tidak bisa tidak mendukung perjuangan bangsa Indonesia yang juga beragama Islam. Ini adalah ukhuwah dan tradisi bangsa Mesir yang tak dapat kami abaikan," tegasnya.

Dubes Belanda itu lalu meninggalkan ruangan dengan muka kecut, tulis AR Baswedan. Dan selanjutnya surat pengakuan kedaulatan itu ditandatangi. Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kedaulatan Republik Indonesia.

Diikuti negara-negara Muslim lainnya, yakni Suriah, Lebanon, Yaman, Arab Saudi. Yang kesemuanya merupakan keberhasilan dari delegasi Agus Salim ke Timur Tengah.

Sejarah mencatat, kemerdekaan negeri ini diperoleh dengan darah dan air mata para syuhada. Pengakuan kedaulatan pertama didapat dari  negeri-negeri Islam tersebab ikatan persaudaraan sesama Muslim.

Mengutib perkataan Prof DR Hamid Fahmi Zarkasyi, M. PHIL., dari Gontor, “Kita harus mempunyai kesadaran tinggi bahwa negeri ini dibangun oleh umat Islam. Kesadaran ini mulai hilang atau dihilang-hilangkan.” 

Dirgahayu negeriku!

 

 

Jakarta, 16/8/2021

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement