Kamis 12 Aug 2021 22:21 WIB

Indonesia Mayoritas Muslim, Tidak Punya UU Larangan Minol

Indonesia tak punya larangan minol.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Indonesia Mayoritas Muslim, Tidak Punya UU Larangan Minol. Foto:    Ilustrasi Miras
Foto: Republika/Thoudy Badai
Indonesia Mayoritas Muslim, Tidak Punya UU Larangan Minol. Foto: Ilustrasi Miras

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Trisno Raharjo, mengatakan, berdasarkan hasil diskusi di Majelis Hukum dan Majelis Tarjih Muhammadiyah, PP Muhammadiyah menganggap minuman beralkohol (minol) adalah sesuatu yang sangat terlarang dan sudah jelas dalilnya.

"Indonesia yang mayoritasnya umat Islam tidak punya undang-undang yang secara tegas melarang minuman beralkohol," kata Trisno saat Mudzakarah Hukum dan Silaturahim Nasional bertema Indonesia Darurat Minuman Beralkohol: Urgensi RUU Larangan Minuman Beralkohol yang digelar Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kamis (12/8).

Baca Juga

Ia menceritakan, di masa Hindia-Belanda pun lebih banyak pengaturan-pengaturan peredaran minuman beralkohol. Kemudian setelah Indonesia merdeka, pemerintah Indonesia tidak menurunkan aturan-aturan yang melakukan pelarangan terhadap minuman beralkohol.

Ia menambahkan, kalaupun ada peraturan tentang minuman beralkohol, itu hanya dalam aspek-aspek perdagangan saja. Sehingga dapat dipahami penyusunan RUU yang berkaitan dengan minuman beralkohol ini menjadi penting. Dibuatnya peraturan tentang minuman beralkohol tentu baik bagi umat Islam.

"Kita bisa melihat beberapa negara yang melakukan pengaturan (minuman beralkohol), kita tidak perlu ke negara-negara Islam karena di sana mereka melakukan pengaturan yang tegas," ujarnya.

Ia menyampaikan, di Malaysia ada pengaturan yang memberikan ruang dan batas yang tegas terhadap minuman beralkohol. Bahkan ada negara bagian di Malaysia yang saat ini telah menetapkan minuman beralkohol terlarang.

"Kalau kita berbicara negara yang banyak kedatangan tamu atau kunjungan wisatawan, di selatan India negara Maldives itu karena umat Islam mayoritas, (ada) larangan terhadap minuman beralkohol ini (minuman beralkohol) diatur," jelas Trisno.

Trisno mengatakan, pihaknya memahami Indonesia sebagai negara majemuk. Tentu perlu membuat pengaturan yang hati-hati.

Menurutnya, pengaturan minuman beralkohol bisa dilakukan oleh negara dengan sebaik-baiknya. Terutama peraturan minuman beralkohol bagi anak-anak pada usia sampai 21 tahun. Sampai sekarang tidak ada aturan untuk anak-anak terkait minuman beralkohol.

"Di mana aturannya, tidak ada, kita tidak punya aturan itu, justru itulah yang harus ditegakkan sehingga tidak boleh kita itu memberikan ruang kepada anak-anak untuk melakukan konsumsi (minuman beralkohol) itu," ujarnya.

Ia mengatakan, mungkin di banyak negara dilakukan pengaturan minuman beralkohol bagi anak-anak. Tentu di Indonesia perlu ada aturan untuk anak-anak sampai usia 21 di manapun dan agama apapun, tidak boleh mengkonsumsi minuman beralkohol. Larangannya sampai usia mereka dibolehkan minum alkohol oleh undang-undang.

"Itupun (yang boleh minum alkohol) kalau dia (anak-anak itu) bukan Muslim," ujarnya.

Sejumlah ormas Islam yang tergabung dalam MUI sangat mendukung disahkannya RUU Larangan Minuman Beralkohol. Mereka sepakat minuman keras beralkohol lebih banyak menimbulkan kerusakan atau kemudharatan, karena itu perlu regulasi yang mengaturnya.

Sejumlah ormas yang hadir dalam Mudzakarah Hukum dan Silaturahim Nasional bertema Indonesia Darurat Minuman Beralkohol: Urgensi RUU Larangan Minuman Beralkohol di antaranya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Syarikat Islam, Tarbiyah Perti, Mathla'ul Anwar, Al Washliyah, Al Ittihadiah, Al Irsyad, Persis, PUI, Wahdah Islamiyah, Pengasuh Ponpes Tebuireng Jombang, dan akademisi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement