PIF, yang bertugas menyebarkan kekayaan minyak negara itu ke industri yang lebih berkelanjutan, juga berinvestasi di ibu kota hiburan sepanjang 334 kilometer dan kota besar gurun pasir nol karbon NEOM senilai Rp 7,2 triliun yang merupakan inti dari rencana transformasi ekonomi MBS.
Tetapi Arab Saudi menghadapi persaingan ketat dari tetangganya. Di seberang Laut Merah ada Mesir di mana pantainya dipenuhi dengan resor pantai yang besar dan mapan, seperti Sharm el-Sheikh.
Mereka telah beroperasi selama beberapa dekade dan memiliki keuntungan dari harga yang lebih rendah, belum lagi kode sosial yang santai dan penjualan alkohol. Yordania juga telah menjadi pusat pariwisata utama yang menarik pengunjung ke situs-situs seperti Petra dan Wadi Rum. Sementara Uni Emirat Arab menggandakan sektor perhotelan sebagai bagian dari upaya mengurangi ekonominya dari bahan bakar fosil.
Bader Al-Saif, seorang cendekiawan negara Teluk dari Carnegie Middle East Center di Beirut, mengatakan kerajaan bertekad menarik lebih banyak turis Barat dan Muslim. Tetapi pemeliharaan situs-situs suci memberi mereka keuntungan yang jelas.
“Para peziarah secara reguler menjadi turis dan tidak ada negara lain yang memilikinya. Orang-orang Saudi ingin mereka pergi ke Makkah dan Madinah, tetapi mengapa tidak memberi mereka pilihan pergi ke tempat lain setelah itu?,” katanya.