REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Komunitas Muslim Sri Lanka menjadi sorotan dalam beberapa tahun terakhir karena kebijakan diskriminatif pemerintah di negaranya. Sejarah Muslim di Sri Lanka tercatat dimulai dalam harmoni, lalu ke kekerasan kolonial Barat, dan sekarang terancam oleh nasionalisme Buddha.
Dilansir di 5 Pillars, jumlah komunitas Muslim Sri Lanka saat ini sebenarnya hanya di bawah dua juta atau sekitar 9 persen dari total populasi. Agama ini masuk ke pulau tersebut pada abad ke-7 Masehi melalui pedagang Arab, Suriah, Yaman hingga Afrika Utara.
Muslim yang masuk ke Sri Lanka saat itu menikah dengan wanita lokal yang kemudian masuk Islam, menetap di sepanjang garis pantai dan mendominasi jalur perdagangan rempah-rempah dan permata di luar negeri. Muslim India Selatan dengan nenek moyang Arab yang serupa juga datang ke pulau itu. Kedua komunitas ini kemudian dinamai “Bangsa Moor Sri Lanka” oleh penjajah Portugis.
Permukiman Muslim pertama ada di Kota Beruwala di Barat Daya pantai pulau itu. Permukiman didirikan pada abad ke-8 oleh Sheikh Yusuf bin Ahmad al-Kawneyn dari Somalia yang menyebarkan Islam di antara penduduk setempat. Saat ini kota tersebut juga memiliki mayoritas Muslim dengan banyak perdagangan permata, seperti yang dilakukan nenek moyang Arab mereka.
Kaum Muslim sangat dihargai oleh raja-raja Budha Sri Lanka selama periode Anuradhapura dan Kandyan (abad ke-9 hingga abad ke-19). Mereka menjadi ahli perdagangan rempah-rempah dan permata serta beberapa bahasa. Nasihat mereka juga dicari dalam urusan luar negeri dan perdagangan.
Sejarawan Lorna Dewarajee menyatakan hubungan umat Islam dengan kerajaan di wilayah itu cukup harmonis. Para raja memahami hubungan antarkedua belah pihak sangat menguntungkan.