REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dalam diskusi virtual Ramadhan Direktur Lab Kesehatan Mental Muslim dan Psikologi Islam Universitas Stanford Rania Awaad menyoroti tentang agama dan kesehatan mental. Salah satu pertanyaan yang ia dapat adalah “Apakah doa untuk seseorang yang meninggal karena bunuh diri dapat diterima secara agama?”
Bunuh diri memang menjadi topik yang rumit bagi Awaad. Sering kali, topik ini kurang dipahami oleh banyak orang.
Awaad dan ahli profesional kesehatan mental lain mencoba mengubah stigma itu. Berbagai cara ia lakukan, misalnya bekerja sama dengan para pemimpin dan aktivis agama untuk meningkatkan kesadaran di komunitas Muslim tentang pencegahan bunuh diri dan pentingnya merawat kesehatan mental.
Asosiasi Islam Allen Imam Abdul Rahman Bashir mengatakan reaksi awal masyarakat soal kasus bunuh diri benar-benar kaget. “Reaksi mereka berubah dari kaget menjadi sedih lalu khawatir tentang keluarga lain. Oleh karena itu, penting merawat kesehatan mental kita,” kata Bashir.
Dalam ajaran Islam, bunuh diri jelas dilarang. Awaad percaya mendoakan orang yang meninggal karena bunuh diri tetap diterima.
“Kami tidak tahu keadaan seseorang ketika dia sampai merenggut nyawa sendiri. Kami tidak mengetahui kondisi mentalnya, hanya Allah yang tahu dan bisa menilai,” ujar dia.
Yayasan Muslimah Texas menyampaikan pentingnya mencari bantuan dari tenaga profesional untuk mengobati gangguan mental. Beberapa pemimpin komunitas di Texas membahas masalah bunuh diri dan kesehatan mental setelah seorang Muslimah Amerika bunuh diri pada 2018.
Direktur Yayasan Muslimah Texas Saadia Ahmed mengatakan setelah tragedi Allen, Texas dia mengetahui banyak orang yang tengah berjuang mengobati gangguan mentalnya. Bahkan dari mereka ada yang sedang mencari tenaga profesional untuk mengobati orang yang dicintai.
Psikolog dan Direktur Eksekutif The Family and Youth Insitute Sameera Ahmad mengatakan beberapa tahun lalu, kelompoknya mengembangkan upaya pencegahan bunuh diri di komunitas Muslim. “Orang-orang tidak mau menceritakan apa yang terjadi karena mereka takut dengan stigma tersebut,” kata Ahmad.
Namun, akhir-akhir ini, ia melihat banyak Muslim yang sudah mulai terbuka mengobati gangguan mental mereka. Bahkan, beberapa imam mulai ikut andil menangani masalah ini. Setelah tragedi Texas, Awaad memberikan pelatihan virtual tentang kontribusi pemimpin agama dan masyarakat dalam membantu orang yang ingin bunuh diri.
Pada akhir 2022, Awaad berharap 500 pemimpin agama akan menerima pelatihan tentang bunuh diri menggunakan materi yang dikembangkan organisasi nirlaba Maristan yang bekerja sama dengan labnya di Stanford. Pelatihan ini tentunya berdasarkan sains dan ajaran Islam.
Salah seorang yang berkontribusi adalah Imam Bashir. “Islam melarang Muslim untuk bunuh diri. Sebab, bunuh diri bukan solusi memecahkan suatu masalah,” kata Imam Bashir.
Namun, ia mendorong masyarakat bersatu dan berjuang melawan gangguan mental ini. Ia ingin melindungi orang lain agar tidak sampai ke titik bunuh diri.
Profesor Studi Agama College of the Holy Cross Massachusetts Mathew Schmalz mengatakan kepercayaan umum dalam teisme adalah hidup seseorang milik Tuhan. Jadi, ketika seseorang merenggut nyawanya sendiri, itu merupakan tindakan melanggar hadiah dari Tuhan.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat mulai menyadari pentingnya merawat kesehatan mental. Dalam hal ini, bunuh diri bukanlah bentuk kelemahan moral atau kegagalan bersyukur kepada Tuhan.
“Pemahaman tentang Tuhan itu penyayang sangat penting. Ini sama pentingnya menjadi bagian dari komunitas yang peduli soal gangguan mental,” ucap dia.