Selasa 22 Jun 2021 17:28 WIB

22 Juni: Piagam Jakarta, Ulama dan Pancasila

Pertarungan dan kompromi ide besar antara Soekarno dan ulama.

Soekarno berpidato dalam sidang BPUPKI.
Foto:

Soekarno memang berpidato yang memukau pada 1 Juni 1945 di depan anggota BPUPKI. Soekarno saat itu menawarkan lima prinsip dasar negara yang disebutnya sebagai Pancasila, terdiri atas kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan (lihat Risalah Sidang BPUPKI Sekneg RI 1998).

Selain nama Pancasila, Soekarno juga menawarkan istilah Trisila (Socio-nasionalisme, socio-democratie, dan Ketuhanan yang menghormati satu sama lain). Bahkan, Soekarno pada pidato itu masih menenggang sikap anggota BPUPKI bila ada yang tak setuju dengan "bilangan lima dan tiga", maka dasar negara bisa hanya satu saja (Ekasila), yakni gotong royong.

"Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan gotong royong. Negara yang kita dirikan haruslah negara gotong royong," begitu kata Soekarno.

Dan, perlu diketahui pula, pidato Soekarno mengenai materi dasar negara ini adalah terjadi pada sidang BPUPKI pada hari ketiga, setelah M Yamin berpidato pada hari yang pertama 29 Mei 1945 dengan mengajukan saran dasar negara "Peri Kebangsaan, Peri Kemanusian, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat". Sedangkan, pada 31 Mei Ki Bagus Hadikusumo pun sudah berpidato terlebih dahulu dengan menyarankan Islam sebagai dasar negara dengan argumen: mengingat sebagian rakyat Indonesia beragama Islam.

Dan, setelah Ki Bagus berpidato, pada hari yang sama, yakni masiih pada tanggal 31 Mei, Prof Mr Dr Soepomo pun menyampaikan pemikirannya. Dia menyampaikan mengenai pilihan tiga teori negara yang disebutnya sebagai teori "perseorangan", teori "golongan" dan teori "integralistik". Dalam kesempatan itu Soepomo menyatakan, oleh karena pemimpin bersatu jiwa dengan rakyat, maka hak-hak warga negara tidak perlu diadakan jaminan hak-hak warga negara secara eksplisit dalam undang-undang dasar.

Seperti ditulis Saafroeddin Bahar dan Nannie Hudawati ketika memberikan kata pengantar pada buku edisi keempat Risalah Sidang BPUPKI, di sana ditegaskan: “Walaupun tidak--atau belum--diambil keputusan mengenai dasar negara, namun pidato Ir Soekarno tanggal 1 Juni mempunyai arti penting. Ini bukan saja dapat mengintegrasikan seluruh pandangan para anggota BPUPKI menjadi satu kesatuan utuh, tetapi juga disampaikan dengan retorika yang kuat.

Pidato Ir Soekarno tersebut memang mendapat sambutan secara aklamasi oleh seluruh anggota BPUPKI. Meskipun demikian, Saafroeddin Bahar dan Nannie Hudawatie menambahkan, suasana di dalam sidang pertama ini masih terus ditandai perbedaan paham tentang dasar negara, antara dua golongan anggota yang kemudian diberi nama sebagai "golongan Islam" dan "golongan kebangsaan".

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement