REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sebagai salah seorang pembela Muslim terkemuka mengklaim Muslim di Eropa hidup dalam apa yang secara efektif disebut “Penjara terbuka.”
“Virus Islamofobia sama bahayanya dengan virus Corona. Menyebar dengan cepat terutama di negara-negara Eropa. Eropa yang merupakan rumah bagi 35 juta Muslim termasuk enam juta orang Turki semakin berubah menjadi penjara terbuka,” kata Erdogan dalam siaran Radio dan Televisi Turki (TRT) pada Selasa (24/5).
Dia juga berpendapat tidak ada perbedaan antara suasana kebencian yang ditujukan kepada orang-orang Yahudi sebelum dan selama Perang Dunia II dan suasana Islamofobia di Eropa saat ini.
“Di banyak negara Barat, terutama di Prancis, menjadi Muslim sudah cukup didiskriminasi. Muslimah yang mengenakan jilbab adalah korban terbanyak dari ujaran kebencian yang meningkat di Eropa ini,” ujar dia.
Di segmen televisi, Erdogan kembali melontarkan kata-katanya pada Prancis. Dia merujuk pada debat terbaru yang dia gambarkan memalukan antara Menteri Dalam Negeri Prancis Gérald Darmanin dan Pemimpin Reli Nasional Marine Le Pen.
Erdogan pun mengecam Macron karena berdebat beberapa bulan lalu bahwa Islam menemukan dirinya dalam krisis. Dengan melakukan itu, Macron dan pejabat lain memberi isyarat bahwa tidak ada tempat bagi Muslim di Eropa dan Prancis.
Kendati merujuk pada undang-undang Prancis melawan separatism Islam, Erdogan menyebut Turki siap untuk bekerja sama dengan Prancis dalam hal kontraterorisme dan integrasi.
Kata-kata kasar Erdogan muncul beberapa bulan setelah ketegangan antara dirinya dan Macron pertama kali muncul, ketika dia mengumumkan rencana untuk menekan Islam politik dan menghapus separatisme Islam.
Dikutip RMX News, Selasa (25/5), pengumuman Macron yang dibuat Oktober lalu setelah pemenggalan kepala guru sejarah Prancis Samuel Paty, membuat marah presiden Turki.
Bahkan Erdogan melangkah lebih jauh dengan mempertanyakan kewarasan Macron setelah dia membela kebebasan berbicara, sekularisme, dan hak pria dan wanita Prancis untuk menggambar karikatur Nabi Muhammad.
“Apa masalah orang bernama Macron ini dengan Islam dan Muslim? Macron membutuhkan perawatan pada tingkat mental,” ucap dia.
Paris kemudian menanggapi dengan cara yang sama. Pihaknya menggambarkan pernyataan Erdogan sebagai ucapan yang sangat kasar, sebelum melanjutkan memanggil duta besarnya untuk Turki berkonsultasi.
“Kelebihan dan kekasaran bukanlah metode. Kami menuntut agar Erdogan mengubah arah kebijakannya karena berbahaya dalam segala hal,” kata seorang pejabat kepresidenan Prancis kepada AFP.
Sumber: rmx.news