REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Joe Biden telah empat bulan lalu dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) ke-46 pada 20 Januari 2021. Joe Biden bersama pasangan Wakil Presiden AS Kamala Harris memenangkan pemilu presiden AS setelah mengalahkan petahana Donald Trump.
Kemenangan Joe Biden disebut banyak kalangan di dalam negeri AS dan mancanegara sebagai pertanda berakhirnya era Trump yang penuh gejolak dan kekacauan.
Hal tersebut disampaikan Cendekiawan Muslim, Prof Azyumardi Azra dalam bahan pemantik Webinar Internasional bertema Membaca Arah Kebijakan Presiden Joe Biden Terkait Muslim dan Dunia Muslim yang diselenggarakan Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Jumat (9/4) malam.
Ia mengatakan, Presiden Trump tidak hanya membangkitnya politik identitas, tapi juga pembelahan dan kegaduhan rasisme kulit putih terhadap kulit hitam, latino (hispanik), Asia dan China khususnya.
Prof Azyumardi mengkomparasi Joe Biden dan Trump. Ia menerangkan, secara retrospektif, Presiden Trump menampilkan sikap dan kebijakan anti-Muslim. Trump mengeluarkan Perintah Eksekutif Presiden (Executive Order 13769) yang secara resmi disebut untuk protecting the nation from foreign terrorist entry into the United States.
"Perintah eksekutif itu yang juga disebut sebagai Muslim Ban atau pelarangan Muslim, itu melarang masuknya Muslim dari tujuh negara, yakni Iran, Iraq, Libya, Somalia, Sudan, Syria, dan Yaman," kata Prof Azyumardi.
Ia mengatakan, ketika perintah eksekutif ini diberlakukan pada 27 Januari 2017, sekitar 700 pelancong yang sudah sampai di berbagai bandara AS dikembalikan ke negara masing-masing. Sekitar 700 ribu visa AS yang diterbitkan untuk warga ketujuh negara itu dibatalkan.