REPUBLIKA.CO.ID,RIYADH -- Masalah lingkungan perlahan-lahan kembali mengemuka, misalnya masalah perubahan iklim global dan lokal, pencemaran atmosfer, tanah, sistem air dan laut, erosi tanah, penggundulan hutan dan gurun, kerusakan kesehatan manusia, termasuk sejumlah penyakit zaman modern. Para cendekiawan muslim, telah membahas masalah ini sejak 2015 lalu.
Sekitar 40 cendekiawan Islam yang berkumpul di Istanbul, membuat kebijakan berani. Mereka menetapkan target bahwa emisi gas rumah kaca akan dihapus secara bertahap pada 2050 dan sumber energi sepenuhnya beralih ke sumber terbarukan pada 2050.
Cendekiawan Muslim juga menyoroti kebiasaan Nabi Muhammad yang bisa diteladi. Nabi Muhammad menjalani kehidupan yang sederhana, bebas dari kelebihan, pemborosan dan kesombongan. Nabi bahkan mendaur ulang harta miliknya yang sedikit dengan memperbaiki atau memberikannya, dan dia makan makanan sederhana dan sehat.
Untuk meneladani kesederhanaan Nabi SAW, ada banyak hal yang bisa dilakukan umat Islam, baik secara individu maupun kolektif. Konservasi air, misalnya, merupakan masalah serius, khususnya di negara-negara Teluk.
Yang bisa dilakukan umat muslim adalah menghemat air sebisa mungkin misalnya saat menggunakan air untuk berwudhu. Tindakan ini akan bernilai ibadah karena sama halnya dengan menjaga Bumi dan sumber daya alam yang telah Allah berikan.
Cara lain bagi umat Islam untuk membantu lingkungan, secara kolektif, adalah dengan mengubah masjid menjadi rumah hijau atau disebut juga masjid ekologi, bukan lagi rumah kaca yang identik dengan pemanasan. Masjid harus dirancang untuk menghemat energi dan air, sekaligus mendorong jamaah untuk bertindak lebih positif terhadap lingkungan.
Misalnya mengurangi penggunaan plastik dan kertas di dalam dan di sekitar masjid. Atap masjid juga harus menggunakan panel surya, karena banyak negara Islam sudah terpapar radiasi matahari dalam jumlah besar hampir setiap hari sepanjang tahun.
Dilansir dari Arab News, Rabu (7/4), ide masjid ekologis ini telah diterapkan di sejumlah tempat, dari Indonesia hingga California. Tetapi dari banyaknya jumlah masjid di dunia, jumlah masjid ekologis masih tetap sedikit dan jarang.
"Menurut pengalaman saya, dunia Muslim perlu meningkatkan kesadaran semua orang tentang dampak serius plastik dan pentingnya mengurangi konsumsi bahan bakar fosil, terutama dengan mobil," kata Profesor di American University of Sharjah, UEA, Nidhal Guessoum, Rabu (7/4).
Usai pandemi covid-19 ini, kata Guessoum, umat muslim harus lebih bisa memperhatikan lagi masalah-masalah lingkungan. Terutama, masalah-masalah besar yang membutuhkan tindakan segera ssperti perubahan iklim, kelangkaan air atau penggunaan air berlebihan, plastik dan polusi.
"Para pemimpin agama dan institusi dapat turut membantu, terutama di dunia Arab-Muslim, di mana orang-orang akan lebih responsif yang berkaitan dengan agama daripada politik. Dengan mendekatnya Ramadhan, kami memiliki kesempatan untuk menggabungkan praktik keagamaan dengan keterlibatan lingkungan," tuturnya.