Senin 08 Mar 2021 16:22 WIB

Frasa Agama dalam Peta Jalan Pendidikan, Ini Catatan PGI

PGI memberikan catatan terkait hilangnya frasa agama dari peta jalan pendidikan.

Rep: Fuji E Permana/ Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Nashih Nashrullah
PGI memberikan catatan terkait hilangnya frasa agama dari peta jalan pendidikan. Ilustrasi pendidikan agama
Foto: Republika/Amin madani
PGI memberikan catatan terkait hilangnya frasa agama dari peta jalan pendidikan. Ilustrasi pendidikan agama

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menuai polemik. 

Pasalnya, dalam draf sementara Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035, frasa 'agama' dihapus kemudian digantikan dengan akhlak dan budaya.  

Baca Juga

Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Pendeta Henrek Lokra, turut menanggapi Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 yang menjadi polemik. 

Dia mengkritik peta jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 yang menghilangkan frasa agama. Menurut dia, frasa budaya dan akhlak tidak bisa menggantikan frasa agama itu sendiri. 

‘’Agama tidak bisa diwakilkan, agama ada di ruang yang tak tergantikan, itu ruang sakral,’’ ujar dia kepada Republika.co.id, Senin (8/3).

Menurut dia, PGI berpendapat jika agama harus lebih menekankan pada budi pekerti. Dengan demikian, agama tidak diartikan sebagai penekanan pada doktrin, apalagi berteologi dan menentukan pandangan.    

"Terkait frasa agama dalam peta jalan pendidikan nasional, Persekutuan Gereja-gereja Indonesia berpendapat bahwa agama harus lebih menekankan pada budi pekerti," kata Pendeta Henrek kepada Republika.co.id, Senin (8/3).  

Pendeta Henrek menjelaskan, agama yang dimaksud bukan penekanan pada doktrin atau dogma keagamaan. Sebab, negara tidak boleh berteologi dan menentukan pandangan teologi yang dominan. 

"Pendidikan keagamaan lebih tepat diberikan keleluasaan pada lembaga keagamaan yang lebih memahami doktrin atau dogma keagamaannya," ujarnya. 

Sebelumnya, Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 mendapat kritik dari sejumlah ormas Islam. Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, mengatakan, Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 tidak sejalan dengan Pasal 31 UUD 1945.

Menurutnya, hilangnya frasa 'agama' merupakan bentuk melawan konstitusi (inkonstitusional). Menurut hierarki hukum, produk turunan kebijakan seperti peta jalan tidak boleh menyelisihi peraturan di atasnya, yakni peraturan pemerintah, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), UUD 1945, dan Pancasila.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Pendidikan dan Kaderisasi, KH Abdullah Jaidi, juga terkejut melihat perencanaan Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035. Sebab, dalam draf terbaru, frasa 'agama' dihapus kemudian digantikan dengan akhlak dan budaya.

Kiai Jaidi mengatakan, agama merupakan tiang bangsa. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang didasarkan pada agama dan menjalankan syariatnya menurut agama masing-masing. Tanpa adanya agama, bangunan atau pendidikan yang sudah berjalan akan jatuh dan roboh.

Ia menjelaskan bahwa konsep yang diusung Kemendikbud hanya menyebutkan permasalahan yang berkenaan dengan akhlak dan budaya di Indonesia. Kiai Abdullah menegaskan, frasa 'agama' tidak cukup diwakilkan dengan frasa 'akhlak' dan 'budaya'. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement