REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Uttiek M Panji Astuti, Penulis dan traveller.
Untuk menghormati orang-orang yang terus melayani dan melindungi warga Australia dari Covid-19, perusahaan Australia Post telah merilis satu set prangko baru. Salah satu prangko tersebut bergambar tenaga medis berhijab.
Dilansir About Islam, Rabu (24/2), selama setahun terakhir, banyak dokter Muslim di seluruh dunia yang menjadi garda terdepan dan memainkan peran penting melawan pandemi Covid-19. [Republika, 24/2].
Dunia tak bisa menutup mata, selama pandemi menyelimuti bumi, Islam memberikan solusi melalui dokter-dokter terbaiknya.
Tak hanya di Australia. Empat dokter pertama yang meninggal di Inggris dalam upaya memerangi pandemi Covid-19 adalah dokter Muslim. Yakni, Alfa Sa’adu, Amged el-Hawrani, Adil El Tayar dan Habib Zaidi.
Mengapa pemerintah Australia memberikan penghormatannya melalui prangko? Bagi anak zaman now, barangkali tak bisa lagi menangkap romantisme selembar prangko.
Tapi bagi generasi 90an atau sebelumnya, prangko punya banyak cerita. Sebelum ada email, WA, sosial media, kabar hanya bisa diterima melalui surat yang dikirim via pos.
Begitu pentingnya fungsi prangko pada masa itu, hingga lazim dikeluarkan seri tertentu untuk memperingati peristiwa penting, hari bersejarah, dan individu yang dianggap berjasa. Itulah sebabnya pemerintah Australia memberikan penghormatannya melalui rilis seri prangko khusus tersebut.
Dalam sejarahnya, pos pernah menjadi urat nadi arus informasi. Pada peradaban Islam, pos mulai tertata di masa daulah Muawiyyah dengan didirikannya Diwan Barid.
Dalam bukunya “History of Islam”, Akbar Shah Najeebabad menyebutkan surat-surat yang dikirim pada masa Daulah Umayyah telah ditutup segel.
Menariknya, segel itu bergambah Ka’bah dan bertuliskan “Setiap amal ada pahalanya”. Sistem administrasi juga telah berjalan rapi. Setiap surat yang dikirim tercatat dan ada arsipnya.
Pada masa Daulah Seljuk, sistem perposan yang sudah berjalan tetap dilestarikan. Termasuk kantor-kantor pos yang didirikan di sepanjang rute wilayah kekuasaan Islam.
Penguasa Seljuk pada masa itu, Turki Nizam al-Mulk, menginginkan update kabar dari para petani dan tentara yang berjaga di garis batas negeri.
Sehingga departemen pos pada masa ini sekaligus difungsikan sebagai lembaga informasi. Para inspektur pos sebagai operator lapangan harus memberikan laporan berkala ke pusat pemerintahan.
Laporan itu isinya bermacam-macam, di antaranya kondisi dan hasil panen para petani di daerah, tentara di garis batas, situasi politik, serta kinerja para gubernur di provinsi.Daulah Sejuk mengeluarkan biaya besar untuk menggaji ribuan inspektur pos yang disebar di setiap titik. Setiap 4-6 mil didirikan sebuah kantor pos.
Masing-masing petugas hanya beroperasi di wilayahnya saja. Estafet dilakukan oleh petugas yang berbeda di rute selanjutnya.
Terbayang ya, rute ini membentang dari Afrika hingga anak benua India, seperti kesaksian yang ditulis Ibnu Bathutah dalam kitabnya “ar-Rihlah”.
Sistem pengelolaan pos yang tertata rapi ini kemudian dicopy oleh Pony Express Amerika yang tersohor itu.
Tapi, Pony Express hanya bertahan seumur jagung, sekitar 16 bulan, dari Juni 1860-Oktober 1861. Sementara Diwan Barid mampu bertahan hinga berabad-abad lamanya.
MasyaAllah!
Jakarta, 25/2/2021