REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Nahdlatul Ulama (NU) menjadi salah satu organisasi masyarakat (ormas) Islam terbesar di Indonesia yang telah mencatatkan banyak sumbangsih bagi negeri ini. Kiprah NU telah hadir bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka dan telah mencatatkan kontribusi nyata atas lahirnya NKRI merdeka.
Sudah lumrah diketahui bahwa NU yang lahir atas inisiasi para kiai di Pulau Jawa ini menjalankan gagasan moderat seiring dengan hadirnya ekstistensi tradisi dan budaya masyarakat lokal yang ada. NU dikenal sebagai sebuah ormas yang identik dengan Islam tradisionalis yang mencoba mengaplikasikan visi Islam rahmatan lil-alamin secara ramah dan mengakomodasi tradisi lokal.
Sejarawan Islam dari Universitas Padjajaran Tiar Anwar menjabarkan, sejarah kelahiran NU tak lepas dari misi sosial dan politik yang berkembang pada saat itu. Di mana eksistensi masyarakat dan komunitas pesantren, belum memiliki perwakilan wadah sebagai bentuk menyampaikan aspirasi.
Proses Islamisasi di awal abad 20, kata Tiar, belum memasukkan kelompok-kelompok tradisional sebagai sebuah entitas komunitas. Padahal segmen kelompok tersebut merupakan ujung tombak dari proses Islamisasi di Nusantara sebab telah tersedianya pesantren-pesantren di Jawa.
“NU itu kan hadir sebagai organisasi belakangan, jadi masyarakat ‘NU’-nya sudah ada, organisasinya belum. Kira-kira seperti itu awal tujuan dibentuknya NU, mereka ingin ada yang mewadahi, saya kira ini yang menjadi motif utama lahirnya NU,” kata Tiar saat dihubungi Republika, Sabtu (30/1).
Sebelum NU lahir, telah muncul gerakan-gerakan Islam lainnya seperti Sarekat Islam dan juga Muhammadiyah. Kelompok gerakan ini memiliki segmentasi dakwah yang berbeda dan mencolok jika dibandingkan dengan dakwah NU di masa awal-awal kelahiran NU. Muhammadiyah yang identik dengan gerakan dakwah pendidikan, ekonomi, dan masyarakat modern misalnya, berbeda dengan kultur dakwah NU di awal-awal berdiri.
NU cenderung lebih bergerak secara tradisional dan mewadahi pesantren-pesantren, kiai, dan para santri. Sehingga jika ditelisik lebih jauh, dari kultur inilah maka perkembangan dakwah NU cenderung lebih politis jika dibandingkan dengan Muhammadiyah. “Secara nilai, kedua ormas ini sama-sama bernafaskan ahlusunnah wal-jamaah. Bahkan ormas lainnya seperti Persis juga ahlusunnah, tapi karena tagline ahlusunnah itu dipakai NU, jadi boleh dikatakan NU ini ahlusunnah wal-jamaah an-nahdliyah (khas NU) lah,” kata Tiar.