REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Salah satu ulama Nahdlatul Ulama (NU) asal Rembang, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha terkadang menangis di depan Allah SWT ketika melihat orang Indonesia yang bekerja mencari uang di luar negeri, seperti di Korea, Jerman, atau Amerika. Karena, mereka masih bisa memberikan kontribusi untuk syiar Islam.
Menurut Gus Baha, mungkin iman orang yang mencari kerja atau mahasiswa di beberapa negara tersebut biasa saja, tapi mereka bisa membangun komunitas masjid. Sementara, jika mereka tinggal di kampung halamannya mungkin hanya menjadi orang-orang yang sering komplain.
“Jadi kalau di daerah yang Islamnya sudah sehat agak-agak komplain, krannya buntu saja sudah geger. Tapi ketika dia di daerah yang tidak ada masjid, berikhtiar untuk bikin masjid,” ujar Gus Baha dalam acara Musahabah dan Munajat Kebangsaan yang digelar Universitas Ivet Semarang secara virtual pada Selasa (19/1), sebagaimana dikutip dari dokumentasi Harian Republika.
Jadi, menurut Gus Baha, kemapanan yang terlalu lama itu terkadang hanya melahirkan orang yang ingin komplain. Sedangkan yang tidak mapan sama sekali malah menjadikan orang itu heroik. Misalnya, ketika negara ini sudah sehat mungkin orang malah menuntut negara.
Padahal, kata dia, pada zaman sebelum berbentuk negara, semua orang justru ingin memberikan hartanya bahkan nyawanya untuk memerdekan Indonesia. Karena itu, Gus Baha berpesan agar ketika sudah mapan usahakan selalu ada keinginan untuk memberi.
“Semuanya kita termasuk setelah mapan itu usahakan hubungan itu hubungan heroik, sehingga inginnya memberi,” ucap ulama berusia 50 tahun ini.
Rasulullah SAW juga mengingatkan kepada umatnya untuk berusaha selalu memberi. Nabi SAW bersabda:
اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى “Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah.”
Gus Baha menambahkan, sekarang juga banyak problem di beberapa negara. Menurut Gus Baha, hal itu karena semua rakyatnya ingin mendapatkan sesuatu dari negaranya, bukan berusaha memberikan sesuatu kepada negaranya.
“Kalau semua orang yang pintar, yang bodoh, setengah pintar, hubungannya dengan negara ingin mendapat, maka negara bisa keteteran. Tapi kalau hubungamnya ingin memberi, insya Allah semuanya akan selamat,” kata Gus Baha.
“Intinya agama ini menitikberatkan supaya hubungan kita dengan orang lain atau dengan negara itu kalau bisa hubungamnya itu ingin memberi, bukan ingin mendapatkan,” imbuh Rais Syuriah PBNU ini.