REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Salah satu ulama yang berperan penting dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah adalah KH Hasbullah Yasin. Beliau dikenal sebagai ulama nasionalis yang membangkitkan semangat kemerdekaan bangsa di Kalimantan Selatan.
Dalam buku “100 Tokoh Muhammadiyah yang Menginspirasi” dijelaskan, meski Indonesia pada waktu itu sudah menyatakan kemerdekaannya, tetapi Belanda kembali ingin berkuasa.
Organisasi semi milter yang dibentuk Belanda, Netherlands-Indies Civiele Administration (NICA) saat itu juga telah mengeluarkan pengumuman yang melarang masyarakat berkumpul bila tidak mendapatkan izin.
Namun, larangan Belanda tersebut tidak membuat Kiai Hasbullah Yasin takut dan gentar. Pada 27 Oktober 1945, beliau bersama Bhastami Jantera, H Juhri Mahfuz, Dachlan Sa’al, dan Nawi Husin mengadakan pertemuan secara sembunyi-sembunyi di rumah H Anang Busyra di Kampung Sungai Pandan.
Dalam rapat itu kemudian dibentuklah “Pasukan Berani Mati”. Sayangnya pertemuan tersebut diketahui mata-mata NICA. Kiai Hasbullah pun diminta menyerah oleh tentara NICA. Namun, beliau menolak dan melakukan perlawanan walau tanpa senjata.
Ketika berhadapan dengan tentara penjajah Belanda, Kiai Hasbullah pun tak berdaya. Secara tiba-tiba beliau disergap dua orang tentara NICA, seorang Belanda dan seorang berkebangsaan Indonesia.
Peristiwa tersebut terjadi saat Kiai Habullah baru selesai mengambil air wudhu di tepi sungai. Dalam perkelahian yang tidak seimbang itu, Kiai Hasbullah gugur sebagai syahid pada 27 Oktober 1945 dan dimakamkan di Sungai Pandan.
Selama hidupnya, Kiai Hasbullah Yasin menikah dengan Hj Sabariah dan Hj Syarifah. Dari pernikahannya itu, beliau dikaruniai dua orang anak laki-laki, yaitu H Subki dan Muhammad Husni Abdullah.
KH Hasbullah Yasin merupakan salah seorang ulama yang banyak berkorban untuk bangsa ini. Karena itu, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Kiai Hasbullah sebagai Pahlawan Kemerdekaan.
Presiden Soekarno menganugerahkan Tanda Jasa Pahlawan dan Bintang Gerilya, serta memberikan pangkat Letnan I Anumerta kepada Kiai Hasbullah pada 12 Agustus 1959 dengan surat No 175 Tahun 1955.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Gotong Royong Tingkat II Hulu Sungai Utara (HSU) juga menganugerahi surat penghargaan kepada beliau sebagai orang pertama penggerak pasukan pemberontakan untuk kemerdekaan RI di Hulu Sungai. Penghargaan tersebut diberikan pada 20 Mei 1962 bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional dengan nomor surat No. 26/DPR GR tanggal 20 Mei 1962.