REPUBLIKA.CO.ID, QUETTA -- Ratusan anggota komunitas etnis Hazara Pakistan telah menggelar protes terhadap pembunuhan 10 penambang batu bara dalam serangan di provinsi barat daya Balochistan. Mereka menolak untuk menguburkan jenazah sampai pemerintah memenuhi tuntutan mereka.
Para pengunjuk rasa berkumpul di jalan raya di bagian barat ibu kota Provinsi Quetta pada Senin. Sehari sebelumnya, para penambang tewas ditembaki oleh kelompok bersenjata ISIS. Peti mati para korban diletakkan di tanah di depan mereka.
Kelompok bersenjata ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan itu dalam sebuah pos di layanan berita kelompok tersebut. Sebuah gambar menunjukkan dua pria bersenjataa berdiri di atas tiga jenazah yang terbaring di tanah dan dilengkapi bendera ISIS di belakangnya.
Balochistan merupakan provinsi terbesar namun berpenduduk paling sedikit dan termiskin di Pakistan. Etnis Hazara yang tinggal di sana telah lama dianiaya karena keyakinan mereka. Mereka harus menghadapi serangan dan pengeboman dengan skala besar yang telah menewaskan ratusan orang dalam dua dekade terakhir.
Sebagian besar orang Hazara tinggal di ibu kota Quetta, kota yang memiliki penduduk sekitar 1,1 juta orang. Quetta adalah rumah bagi sekitar 500 ribu orang Hazara.
Investigasi terus berlanjut
“Selama 22 tahun, (tuntutan kami) sama : bahwa pembunuh kami ditangkap, fasilitator mereka ditangkap dan mereka yang memimpin ditangkap. Tidak terlalu sulit untuk memahami ini,” kata Pemimpin Lokal Partai Politik Majlis Muslim Syiah Wahdat-e-Muslimeen (MWM), Saeed Muhammad Raza.
Para pengunjuk rasa menuntut agar pembunuh para penambang dibawa ke pengadilan dan pemerintah membentuk komisi yudisial independen untuk menyelidiki serangan berkelanjutan terhadap Hazara.
“Tuntutannya adalah bahwa perdana menteri Pakistan datang ke sini dan membentuk komite yudisial independen dan setiap pembunuh, fasilitator mereka, pemimpin mereka dan orang-orang yang mendanai mereka harus diidentifikasi dan dihukum,” ujar dia.
Pada Ahad, Perdana Menteri Pakistan Imran Khan telah meminta pasukan keamanan Korps Perbatasan untuk menangkap para pembunuh ini dan membawa mereka ke pengadilan. Selain itu, Khan juga memastikan keluarga para korban tidak akan ditinggalkan oleh pemerintah.
Pejabat keamanan Basit mengatakan kepada Aljazirah pada Senin bahwa penyelidikan atas serangan itu terus berlanjut dan terlalu dini untuk mengungkapkan rinciannya. “Insiden ini baru saja terjadi dan kami akan menyelidikinya dan pemerintah juga sedang bernegosiasi dengan para pengunjuk rasa,” ucap dia.
'Beri kami keadilan'
Dilansir Aljazirah, Selasa (5/1), salah seorang kerabat korban, Abdul Manan mengatakan insiden ini sebagai bentuk kegagalan Pemerintah Pakistan. Pada Ahad lalu, lima kerabatnya tewas terbunuh.
“Ini kegagalan pemerintah, bukan? Jadi kami meminta pemerintah agar segera menangkap dan membunuh para pembunuh,” kata Manan kepada Aljazirah di lokasi.
Para korban kata dia adalah orang-orang miskin. Mereka tidak dapat menghidupi keluarganya. Manan juga menyebut para pengunjuk rasa bersedia menghadapi kondisi musim dingin yang keras dengan suhu turun di bawah titik beku semalam, selama yang dibutuhkan.
“Tuntutan kami adalah jika pemerintah menangkap para pembunuh maka kami akan, Insya Allah, menguburkan mayatnya. Tapi sampai pembunuhnya belum ditangkap, kami akan duduk di sini sebagai protes,” ucap dia.
Ratusan orang yang berkumpul di protes itu mengangkat tangan serempak, meneriakkan slogan-slogan yang menyatakan pengorbanan para korban. Mereka juga menegaskan kembali identitas agamanya. Di antara mereka terlihat sepuluh peti jenazah. Setiap peti jenazah dibungkus dengan kain kafan putih dan tertulis dengan cat merah. Beberapa pengunjuk rasa menatap ke kejauhan. Sementara yang lain bersandar satu sama lain.
“Serahkan pembunuhnya kepada kami, Demi Tuhan, beri kami keadilan. Beri kami keadilan!" seru para pengunjuk rasa.