YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Dalam memaknai toleransi, ada yang mengibaratkan toleransi sebagai sebuah rumah besar, dengan maksud dapat menampung banyak manusia dari berbagai rupa. Namun penulis lebih suka mengibaratkan toleransi di Muhammadiyah sebagai rumah megah. Kemegahan merupakan sesuatu yang berseni, menangkap seluruh makna keindahan, kenyamanan, dan kebahagiaan.
Berbeda dengan rumah yang hanya besar, memiliki kapasitas tempat dan ruangan yang luas. Mungkin kelebihannya bisa menampung lebih banyak orang. Tapi masih menyisakan pertanyaan, apakah orang-orang yang berada di dalam merasakan kebahagiaan dan kenyamanan. Merasakan getaran keharmonian, kebersamaan, dan kehangatan. Tentu yang kita harapkan adalah rumah besar yang megah, bukan rumah besar yang kosong, sunyi dan menyeramkan, seperti yang banyak kita temukan.
Buya Syafii Maarif, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Periode 1998 – 2005 mengatakan, bagi Muhammadiyah, toleransi merupakan suatu idealisme dan cita-cita besar yang tidak mudah untuk diwujudkan. Namun perlu untuk terus diusahakan dan diperjuangkan.
“Hanya toleransi yang bisa membuat kehidupan terasa tenang dan nyaman,” ujarnya dalam Diskusi dengan tema “Muhammadiyah Rumah Besar Toleransi” pada Rabu (23/12).
Buya menambahkan bahwa perbedaan merupakan sunatullah atau sebuah keniscayaan yang harus diterima dengan lapang dada oleh setiap manusia, mulai dari perbedaan dalam hal agama, budaya, adat-istiadat, dan lain sebagainya. Karena adanya perbedaan untuk memperkaya kehidupan manusia.
Di dalam QS. Al-Baqarah ayat 148 dijelaskan bahwa perbedaan ditujukan untuk mendorong setiap manusia agar dapat saling berlomba dalam hal kebaikan. Buya mengingatkan kepada generasi muda untuk tidak memaknai perbedaan sebagai sesuatu hal yang negatif.
“Hidup yang demikian singkat ini mari kita manfaatkan untuk menjaga lingkungan sosial kita dengan cara bertoleransi. Memang tidak mudah, mari kita selalu berlapang dada untuk menghargai segala perbedaan yang ada,” pesannya.
Beliau meminta agar agama tidak dipakai untuk membeda-bedakan dan memecah belah kerukunan antar umat beragama. Menurutnya, agama akan sangat merusak jika ditafsirkan dengan cara yang salah. Inti dari toleransi adalah menghargai orang lain yang berbeda dan juga berlapang dada menerima perbedaan. (diko)