Kamis 17 Dec 2020 17:09 WIB

Dilema Kuburkan Jenazah Muslim Covid Sri Lanka di Maladewa

Mengubur jenazah Muslim di Maladewa makin menyuburkan diskriminasi di Sri Lanka.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah
Dilema Kuburkan Jenazah Muslim Covid Sri Lanka di Maladewa. Petugas pemakaman menunggu jenazah Covid-19 untuk dikremasi di pemakaman di Kolombo, Sri Lanka, Jumat (11/12).
Foto:

Namun, ada pula yang mendukung Maladewa membantu pemakaman Muslim. Mantan Menteri Urusan Islam, Mohamed Shaheem Ali Saeed, mengatakan dia yakin Maladewa harus membantu Muslim Sri Lanka jika hak-hak mereka ditolak. Dalam unggahan di Twitter, ia menulis jenazah Muslim tidak boleh dikremasi.

Menurut otoritas kesehatan negara, sekitar 55 dari 157 kematian akibat Covid-19 adalah Muslim. Sri Lanka telah mencatat total 34.121 kasus sejak awal pandemi.

Bulan lalu, Hanaa Singer, koordinator PBB untuk Sri Lanka, memohon kepada pemerintah Sri Lanka untuk merevisi pendiriannya tentang kremasi dan mengizinkan penguburan yang aman dan bermartabat bagi korban Covid-19.

"Saya khawatir tidak mengizinkan penguburan berdampak negatif pada kohesi sosial dan yang lebih penting, juga dapat berdampak buruk pada tindakan untuk menahan penyebaran virus karena dapat membuat orang enggan mengakses perawatan medis ketika mereka memiliki gejala atau riwayat kontak," katanya dalam sebuah surat.

Amnesty International juga mengecam aturan kremasi awal bulan ini, dengan mengatakan Muslim Sri Lanka menghadapi ketakutan tidak bisa menguburkan orang yang mereka cintai dan kehilangan martabat di momen terakhir itu. Mereka juga mencatat untuk menambah penghinaan terhadap luka itu, keluarga dipaksa menanggung biaya kremasi.

Rambukwella, juru bicara pemerintah Sri Lanka, membantah tuduhan diskriminasi. Ia menambahkan, kebijakan tersebut direkomendasikan oleh panel ahli yang ditunjuk oleh pemerintah.

"Saya ingin menegaskan kembali kami tidak tergerak oleh rasialisme dan kami tidak ingin mendiskriminasi. Kami akan selalu mendengarkan para ahli dan memutuskan apa yang mereka katakan. Kami tidak mengambil keputusan sewenang-wenang. Kebijakan tentang kremasi berlaku untuk semua. Hukum ini tidak hanya berlaku untuk Muslim," katanya.

Sementara itu, para politikus Muslim mengatakan mereka tidak dapat menerima tawaran Maladewa untuk menguburkan korban Covid-19 Sri Lanka. "Saya berterima kasih atas tawaran murah hati dari Maladewa. Namun, kami tidak dapat menerima tawaran ini karena hanya akan menutupi pelanggaran berat terhadap hak-hak umat Islam. Kami ingin dimakamkan di Sri Lanka. Di tanah kami. Pemerintah menentang ilmu pengetahuan dan tekanan internasional," kata mantan legislator Ali Zahir Moulana.

Pemimpin Kongres Muslim Sri Lanka, Rauff Hakeem, juga menolak penguburan di Maladewa. Sebaliknya, dalam sebuah surat yang diunggah di Twitter pada Rabu, dia mengatakan Muslim akan menuntut pemerintah membatalkan kebijakan kremasi yang tidak berdasar pada ilmu epidemiologi.

"Kami akan menolak setiap upaya pemerintah menggunakan tawaran ini untuk menyangkal hak dasar kami untuk hidup dan dimakamkan di negara kami tercinta dengan bermartabat," ujarnya.

Muslim membentuk hampir 10 persen dari 21 juta penduduk Sri Lanka. Sejak berakhirnya perang berdarah selama puluhan tahun antara separatis Tamil dan militer pada 2009, mereka menghadapi permusuhan yang meningkat dari nasionalis Buddha Sinhala.

Kelompok garis keras menuduh Muslim memiliki tingkat kelahiran yang tinggi dan memaksa orang-orang masuk Islam untuk mengurangi mayoritas Buddha Sinhala di Sri Lanka. Masyarakat Buddha sendiri mencatat 70 persen dari populasi negara itu.

Dalam beberapa tahun terakhir, gerombolan orang - yang sering dihasut oleh biksu Buddha garis keras menargetkan rumah dan bisnis Muslim, serta tempat ibadah mereka. Permusuhan kemudian meningkat setelah serangan bunuh diri mematikan di gereja dan hotel pada April 2019 yang diklaim oleh kelompok ISIS. 

 

https://www.aljazeera.com/news/2020/12/16/maldives-marginalising-sri-lanka-muslims-with-covid-burial-plan 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement