REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejumlah Muslim mampu menggoreskan perjalanannya di tingkat dunia sebagai konglomerat. Ada yang memang berasal dari kalangan bangsawan, sipil, pria ataupun wanita. Mereka berkiprah dengan keahlian yang berbeda-beda
Namun mereka juga tidak lupa berbagi dengan melakukan aktivitas filantropis untuk membantu masyarakat dunia. Berikut ini adalah enam tokoh Muslim yang menjadi konglomerat dengan jiwa filantropis tinggi yang dikumpulkan Republika.co.id:
1. Azim Premji (15,9 miliar dolar AS)
Premji merupakan pebisnis India dengan kekayaan bersih 15,9 miliar dolar AS. Dia adalah Ketua Wipro Limited, sebuah perusahaan IT. Hal ini membuatnya mendapatkan julukan "Kaisar Industri TI India", gelar yang cukup besar.
Awalnya, Wipro dimulai ayahnya dan disebut Produk Sayuran India Barat, yang memproduksi produk minyak terhidrogenasi. Setelah kematian ayahnya, dia mengambil alih perusahaan, mengubah arah perusahaan secara total dan menamainya Wipro.
Lulusan Stanford University itu telah memberikan lebih dari 25 persen dari kekayaan pribadinya untuk amal pada 2013 lalu. Dia adalah orang India pertama yang menandatangani "The Giving Pledge" dari Warren Buffet dan Bill Gates, yang bertujuan untuk membuat orang kaya terlibat dalam memberi untuk berbagai tujuan filantropis. Kutipan populer dirinya adalah “Menjadi kaya tidak membuatnya senang.”
2. Iskander Makhmudov (6,5 miliar dolar AS)
Makhmudov adalah miliarder Rusia keturunan etnis Uzbek. Dia memiliki kepemilikan di berbagai industri transportasi, perusahaan pertambangan pedesaan, dan Wendy's. Dia adalah lulusan Sarjana dari Tashkent State University.
Dulunya Makhmudov adalah seorang penerjemah dan mencari nafkah seperti itu dengan bekerja sebagai penerjemah bahasa Arab-Persia di Libya pada akhir 1980-an.
Setelah menjadi konglomerat, dia telah menyumbangkan lebih dari 1 miliar dolar untuk berbagai tujuan filantropi termasuk membantu anak yatim piatu, veteran perang, tunawisma, dan klinik.
Makhmudov juga terkenal membantu membantu Rusia selama transisi ke Kapitalisme setelah jatuhnya Uni Soviet. Pada 2014, dia membangun arena es di Sochi untuk Olimpiade dan memberikannya kepada pemerintah secara gratis.