REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY – Kematian global akibat terorisme turun selama lima tahun berturut-turut berdasarkan Indeks Terorisme Global 2020. Tetapi, serangan sayap kanan telah meningkat 250 persen secara global ke tingkat yang tidak terlihat dalam 50 tahun terakhir. Pandemi pun memperburuk kondisi itu.
Kematian akibat terorisme turun 15 persen di seluruh dunia pada 2019 menjadi di bawah 14 ribu, dan turun 59 persen sejak 2014. Hal ini didasarkan pada laporan yang dikeluarkan Institute of Economics and Peace (IEP) pada Rabu (25/11).
Laporan ini merangkum tren global terorisme dan memberi peringkat negara-negara dalam urutan negara yang paling terpengaruh dilihat dari sisi korban dan biaya ekonomi pada 2019, seperti dilansir dari laman Eurasia Review, Kamis (26/11).
Wilayah MENA (Timur Tengah dan Afrika Utara) mencatat peningkatan regional terbesar dalam terorisme selama dua tahun berturut-turut, yang mencatat jumlah kematian terendah sejak 2003. Namun, di tengah pandemi tahun ini kemungkinan akan memperpanjang tren.
Penurunan tersebut sebagian disebabkan runtuhnya wilayah ISIS dan penurunan eskalasi konflik di Timur Tengah. Namun, jumlah aksi teroris sayap kanan telah meningkat 250 persen sejak 2014. Jika menyangkut korban jiwa, peningkatannya bahkan lebih dari 700 persen dalam lima tahun, dengan 89 orang tewas pada 2019.
Sekarang ada lebih banyak serangan sayap kanan daripada di waktu lainnya dalam 50 tahun terakhir, dengan 13 serangan teroris sayap kanan yang masing-masing menewaskan lebih dari 10 orang, dibandingkan dengan 24 serangan Islam, dan tiga terkait dengan ideologi lain.
"Saat dekade baru dimulai, kami melihat ancaman teroris baru. Meningkatnya ekstremisme sayap kanan di Barat dan kemerosotan di Sahel adalah contoh utamanya. Saat kita memasuki dekade baru, kita melihat ancaman terorisme baru muncul. Munculnya kelompok sayap kanan di Barat dan kemerosotan di Sahel adalah contoh utama," kata Direktur Eksekutif Institut Steve Killelea.
"Selain itu, seperti yang terlihat dalam serangan baru-baru ini di Prancis dan Austria, banyak kelompok kecil yang bersimpati pada filosofi ISIL masih aktif," sambungnya lagi.
Killea mengingatkan, untuk mematahkan pengaruh ini diperlukan tiga inisiatif utama. Pertama adalah mematahkan liputan media dan jejaring sosial online mereka, kedua, mengganggu pendanaan mereka, dan mengurangi jumlah simpatisan.