REPUBLIKA.CO.ID, Ketegasan sikap resmi Indonesia itu tentunya tak lepas dari aspek historis hubungan internasional dengan negara- negara Arab.
M Muttaqien dalam artikelnya untuk jurnal Global and Strategies(2013), menjelaskan seperti diketahui, Indonesia memeroleh kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Tidak lama setelahnya, negara-negara Arab seperti Mesir, Lebanon, Suriah, dan Arab Saudi, mengakui kedaulatan Indonesia pada 1947.
Setahun kemudian, Yaman juga mengakui hal yang sama. Keberpihakan negara-negara Arab waktu itu dipandang penting untuk menegaskan posisi Indonesia dalam forum-forum internasional. Misalnya, terkait status Irian Barat yang masih dikuasai Belanda.
Sementara itu, Israel juga mengakui kemerdekaan Indonesia pada Januari 1950 atau setelah Belanda menyerahkan kedaulatan kepada RI. Di satu sisi, tertinggalnya Israel cukup beralasan karena entitas Yahudi ini baru terbentuk pada 1948. Namun, di sisi lain, tidak ada signifikansi pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Israel.
Presiden dan perdana menteri Israel kala itu, Chaim Weizmann dan David Ben- Gurion, sempat mengirimkan surat telegram resmi kepada Sukarno dan Hatta.
Namun, dua pemimpin nasional kita itu menanggapinya dengan dingin. Wapres Hatta hanya menjawabnya cukup dengan terima kasih tanpa sedikit pun menyinggung keinginan yang diharapkan Weizmann dan Ben-Gurion: RI mengakui Israel sebagai negara berdaulat.
Lebih lanjut, menteri luar negeri Israel saat itu, Moshe Sharett, meminta kepada Hatta agar Israel dibolehkan mengirimkan misi diplomatik ke Jakarta. Namun, Hatta mengimbau Sharett agar menunda keinginan ini tanpa menyebut batas waktu.