REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Mengapa mobil digunakan sebagai senjata pemusnah yang meneror. Sebuah artikel yang dipublikasikan laman The Pavlovic Today tahun 2017 akan menjelaskannya.
Quebec, Ohio, Berlin, Nice, London, Stockholm, dan sekarang di Barcelona. Semuanya telah menjadi lokasi serangan mobil yang ditujukan untuk menyerang warga sipil.
Serangan-serangan itu sebagian besar diklaim sebagai serangan teroris yang mengklaim mereka Islam. Menyoroti pola unik kendaraan yang digunakan sebagai senjata teror, padahal sebelumnya terorisme abad ke-21 telah lama diidentikan dengan pesawat yang dibajak dan bom yang dipicu.
Tetapi pola yang muncul dari mobil yang digunakan sebagai alat kekerasan teroris telah mulai mengubah narasi itu. Pada 2014, seorang pria bernama Martin Rouleau Couture menabrak dua tentara Kanada, menewaskan satu dan yang lainnya terluka.
Penduduk asli Quebec itu adalah seorang mualaf baru. Menurut orang-orang yang dekat dengannya, ia telah mulai mengadopsi pandangan ekstremis di awal pertobatannya. Bahkan ia mengatakan bahwa bermimpi mati sebagai seorang martir.
Pada 20 Oktober, Couture menabrak kedua tentara itu dengan mobilnya di tempat parkir mal beberapa hari sebelum insiden terkenal lainnya terjadi di ibu kota negara, penembakan di Parliament Hill 2014.
Serangan kendaraan menandai awal dari pola, disengaja atau tidak, mobil yang digunakan sebagai senjata dalam serangan teroris.
Tiga tahun kemudian, seorang pria lainnya menggunakan kendaraannya untuk menyerang tentara, kali ini di Yerusalem. Pada 8 Januari 2017, Fadi Qunbar menabrakkan truk besar ke sekelompok tentara Israel, menewaskan empat orang dan menyebabkan setidaknya 10 lainnya terluka.
Perdana Menteri Israel, Netanyahu mengklaim bahwa pria itu adalah simpatisan ISIS, juga mengklaim bahwa serangan baru-baru ini di Berlin dan Prancis ada kaitannya.
Serangan di Berlin yang ia maksud adalah serangan pasar Natal yang membuat Anis Amri (24 tahun) menabrakkan trailer traktor ke kerumunan penonton pasar. Aksinya menewaskan 12 orang dan menyebabkan 48 luka-luka.
Amri memiliki kontak dengan organisasi Islam radikal di Jerman dan Italia. ISIS kemudian mengklaim bertanggung jawab untuk menginspirasi serangan tersebut dan Amri berjanji setia kepada kelompok teroris, tidak lama sebelum meninggal dalam baku tembak dengan polisi di Italia.
Di Nice, pria lain bernama Mohamed Lahouaiej Bouhlel menghantam kerumunan penonton pada hari Bastille 2016, menewaskan 84 orang dan menyebabkan 200 orang terluka.