REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR - - Mantan pemimpin Malaysia, Mahathir Mohamad, mendapatkan serangan atas komentarnya menanggapi kasus di Prancis. Dia menyatakan, komentar tersebut diambil di luar konteks dan mengkritik Twitter dan Facebook karena menghapus postingannya.
"Saya memang muak dengan upaya untuk salah menggambarkan dan mengambil keluar dari konteks apa yang saya tulis di blog saya," kata Mahathir dalam sebuah pernyataan, Jumat (30/10).
Pria berusia 95 tahun ini memicu kemarahan yang meluas ketika menulis di blognya pada Kamis (29/10) bahwa Muslim memiliki hak untuk marah dan membunuh jutaan orang Prancis untuk pembantaian di masa lalu. Namun, Twitter menghapus kicauan itu yang dikatakannya menggaungkan kekerasan.
Mahthir mengatakan para kritikus gagal membaca postingannya secara lengkap, terutama kalimat berikutnya. “Tapi pada umumnya Muslim belum menerapkan hukum 'mata ganti mata'. Muslim tidak. Orang Prancis tidak boleh. Sebaliknya, orang Prancis harus mengajari orang-orangnya untuk menghormati perasaan orang lain," tulisnya pada kelanjutan kalimat yg mendapatkan banyak protes.
Sosok politisi senior ini mengatakan, Twitter dan Facebook menghapus postingan tersebut meskipun ada penjelasannya dan mengecam langkah itu sebagai tindakan munafik."Di satu sisi, mereka membela orang-orang yang memilih untuk menampilkan karikatur Nabi Muhammad yang menyinggung ... dan mengharapkan semua Muslim menelannya atas nama kebebasan berbicara dan berekspresi," katanya.
Mahathir menyatakan, perusahan media sosial asal Amerika Serikat itu dengan sengaja menghapus bahwa Muslim tidak pernah membalas dendam atas ketidakadilan di masa lalu, sehingga memicu kebencian Prancis terhadap Muslim. Meski Twitter tidak menghapus kalimatnya, Facebook telah menghapus seluruh postingannya.
Facebook Malaysia mengatakan, penghapusan postingan Mahathir karena melanggar kebijakannya. "Kami tidak mengizinkan ujaran kebencian di Facebook dan mengutuk keras dukungan apa pun untuk kekerasan, kematian, atau cedera fisik," katanya.
Komentar Mahathir merupakan tanggapan atas pernyataan pemimpin Prancis, Emmanuel Macron, yang menggambarkan Islam sebagai agama dalam krisis. Dia bersumpah untuk menindak radikalisme setelah pembunuhan seorang Guru bahasa Prancis setelah menunjukkan kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad SAW di dalam kelas. Pernyataannya juga datang ketika seorang pria Tunisia membunuh tiga orang di sebuah gereja di Nice, Prancis.