REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Ormas Islam Hidayatullah mengajak kepada Pemerintah untuk kembali mendengar aspirasi dan jeritan hati rakyat dengan membatalkan Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law (UU Ciptaker) sebagaimana yang diminta MUI, ormas Islam dan elemen-elemen bangsa lainnya. Hal ini disampaikan Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah, Nashirul Haq saat sambutan dalam kegiatan Muyawarah Nasional (Munas) V Hidayatullah yang digelar secara virtual, Kamis (29/10).
"Kembalikan politik menjadi politik yang sehat dan bermartabat. Tegakkan hukum dengan baik karena ini negara hukum, bukan negara kekuasaan. Bela kepentingan jutaan rakyat daripada jadi abdi segelintir konglomerat," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Kamis (29/10).
Menurut dia, UU Ciptaker berpotensi memperparah kerusakan bumi pertiwi, membuka pintu lebar-lebar bagi para kapitalis, korporasi asing dan aseng untuk mengeruk kekayaan Indonesia sebebas-bebasnya serta segilintir pihak pribumi yang diuntungkan.
"Lengkap sudah keprihatinan kita. Penyalahgunaan kekuasaaan yang telanjang ditampakkan. Islamofobia merajalela, wacana dan diksi Islami justru di-bully, WNA merebut jatah lapangan kerja pribumi," ucapnya.
Nashirul mengatakan, selama lebih 47 tahun Hidatullah sendiri telah memegang teguh kesetiaan, semangat mengabdi kepada Ilahi, berkhidmat untuk agama dan ummat, serta berkhidmat untuk NKRI melalui berbagai program di bidang pendidikan, dakwah, sosial, dan ekonomi keummatan.
"Karenanya, komitmen Hidayatullah untuk umat bangsa ini tidak perlu diragukan lagi," katanya.
Kegiatan Munas V Hidayatullah tersebut berpusat di Kampus Pondok Pesantren Hidayatullah Depok, Jawa Barat, dan siarkan secara live melalui kanal Youtube Hidayatullah. Munas Hidayatullah dibuka secara resmi oleh Pimpinan Umum Hidayatullah, Ustaz Abdurrahman Muhammad.
Munas Hidayatullah kali ini mengangkat tema “Meneguhkan Komitmen Keummatan Menuju Indonesia Bermartabat”. Menurut Nashirul, tema tersebut merupakan sebuah komitmen untuk mewujudkan cita-cita pendiri negeri ini, yaitu terwujudnya Indonesia yang dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan, berkeadaban, bersatu, dan berkeadilan sosial.
"Inilah jiwa kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus terus diperjuangkan. Dan dengan inilah Indonesia menjadi negara yang berdaulat dan bermartabat," kata Nashirul.
Dia menjelaskan, tema ini merupakan sebuah rasa syukur, sekaligus kebanggaan atas kiprah Hidayatullah selama ini untuk memberikan sumbangsih nyata bagi kehidupan berbangsa, bersama pemerintah dan masyarakat menjalankan misi mulia membangun Indonesia yang berperadaban.
Namun, menurut dia, hehidupan berbangsa dan bernegara saat ini tidak sedang baik-baik saja. Dia menyebutkan pandemi Covid-19 sepertinya sudah menjadi sebuah realitas yang harus diterima dan dihadapi dengan kesabaran dan optimisme untuk bisa menanggulanginya.
"Pandemi yang semakin memperparah krisis ekonomi, tidak menghalangi untuk menjadi lebih arif dan mengambil hikmah atas kondisi yang terjadi. Kita semakin lebih peduli bahkan kesetiakawanan dan kepedulian sosial kita bisa lebih tumbuh," jelasnya.
Nashirul menambahkan, dalam suasana penuh keprihatinan seperti ini sayangnya ada sebagian dari bangsa ini, yang dipundaknya amanah kekuasaan disandang, justru memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, terkesan sembunyi-sembunyi, mempersulit akses publik untuk tahu, telah membuat kebijakan-kebijakan bahkan undang-undang yang berpotensi merugikan dan memarjinalkan rakyat Indonesia.