REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Perdana Menteri Pakistan Imran Khan mengatakan, Presiden Prancis Emmanuel Macron telah menyerang Islam, dengan membela penerbitan kartun Nabi Muhammad SAW. Pernyataan tersebut dikeluarkan Khan pada Ahad (25/10) menanggapi komentar Macron sebelumnya.
Macron menyebutkan, kematian seorang guru yang dipenggal oleh seorang islamis radikal, karena ingin membalas penggunaan kartun Nabi Muhammad sebagai bahan ajar kebebasan berekspresi di kelasnya.
"Sayangnya, Presiden Macron telah memilih dengan sengaja memprovokasi Muslim, termasuk warganya sendiri, dengan membela penerbitan kartun penghujatan yang menargetkan Islam dan Nabi Muhammad SAW," kata Khan di Twitternya.
Umat muslim melihat penerbitan kartun Nabi Muhammad sebagai sebuah penggambaran penghujatan. Sedangkan Macron menganggap, guru yang meninggal sebagai seorang pahlawan dan menganggap agama Islami.adalah ancaman bagi negaranya.
Khan menyarankan agar Macron segera melakukan klarifikasi sehingga tidak akan memberikan ruang bagi ekstremis. Tetapi yang dilakukan Macron justru sebaliknya, dengan memilih untuk mendorong Islamofobia dengan menyerang Islam daripada teroris yang melakukan kekerasan, baik itu Muslim, Supremasi Kulit Putih atau ideolog Nazi.
Prancis dalam beberapa tahun terakhir telah menyaksikan serangkaian serangan kekerasan oleh yang mereka sebut militan Islam. Termasuk di antaranya pembunuhan dan penembakan Charlie Hebdo pada November 2015 di teater Bataclan dan situs-situs di sekitar Paris yang menewaskan 130 orang.
"Dengan menyerang Islam, jelas tanpa memahaminya, Presiden Macron telah menyerang dan melukai sentimen jutaan Muslim di Eropa dan di seluruh dunia," tambah Khan dilansir dari English alarabiya, Senin (26/10).
Komentar Khan mengikuti komentar serupa oleh Presiden Turki, Tayyip Erdogan terhadap Macron, setelah Prancis menarik duta besarnya dari Ankara.
Kartun Nabi Muhammad pertama kali diterbitkan pada 2005 oleh surat kabar Denmark Jyllands-Posten. Peristiwa itu telah memicu kemarahan dan protes dengan kekerasan di Pakistan. Ada lebih banyak protes pada bulan lalu ketika kartun itu kembali diterbitkan ulang oleh mingguan satir Prancis Charlie Hebdo.