REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Seorang imam Prancis mengatakan guru sejarah yang dipenggal kepalanya karena menunjukkan karikatur Nabi Muhammad di kelas adalah seorang martir untuk kebebasan berbicara, Senin (19/10). Dia meminta masjid di Prancis mendoakan guru tersebut.
Imam Masjid Drancy di pinggiran Paris, Hassen Chalghoumi memperingatkan terhadap ekstremis dan meminta orang tua tidak memupuk kebencian terhadap Prancis. Chalghoumi ditemani para pemimpin Muslim lain, meletakkan bunga di luar sekolah pinggiran kota Conflans-Sainte-Honorine.
Di tempat itulah, guru tersebut dibunuh oleh seorang remaja 18 tahun asal Chechnya. Dia mengatakan, sudah waktunya bagi komunitas Muslim bangkit karena ada bahaya ekstremisme.
“(Guru itu) adalah seorang martir untuk kebebasan berekspresi dan orang bijak yang telah mengajarkan toleransi, peradaban, dan rasa hormat kepada orang lain,” kata Chalghoumi yang juga sebagai ketua Konferensi Imam Prancis.
Dia mengatakan, otoritas Muslim harus melihat pemenggalan ini sebagai seruan untuk bertindak. “Pemimpin masjid, imam, orang tua, kelompok masyarakat sipil, bangunlah. Masa depan anda dipertaruhkan,” ujar dia.
Dia mengatakan ekstremis di Prancis terorganisir dengan baik dan tahu bagaimana menggunakan sistem hukum dan seberapa jauh mereka bisa melangkah. “Kita perlu mengakhiri wacana viktimisasi. Kita semua memiliki hak di Prancis, seperti orang lain. Orang tua harus memberi tahu anak-anaknya tentang kebaikan yang ada di republik ini,” ucap dia.
Chalghoumi pernah berselisih dengan seorang milisi keturunan Prancis-Maroko, Abdelhakim Sefrioui. Sefrioui juga merupakan penulis salah satu video di mana ayah seorang gadis di sekolah menuduh gurunyam Samuel Paty telah menghina Islam.
Pada 2010, ketika Prancis memperdebatkan undang-undang tentang pelarangan cadar bagi wanita Muslim, Sefrioui telah mencoba mengeluarkan Chalghoumi dari masjid Drancy. Chalghoumi mengatakan dia ditempatkan di bawah perlindungan polisi setelah menerima ancaman pembunuhan.