Ahad 04 Oct 2020 00:31 WIB

Tokoh NU Sumatra Selatan: Jangan Kompromi Bangkitnya PKI

Tokoh NU mengajak elemen bangsa jangan kompromikan bangkitnya PKI.

Tokoh NU mengajak elemen bangsa jangan kompromikan bangkitnya PKI.  Pengkhianatan G30S/PKI (Ilustrasi)
Foto: Ilustrasi oleh: Mardiah
Tokoh NU mengajak elemen bangsa jangan kompromikan bangkitnya PKI. Pengkhianatan G30S/PKI (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG—  Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Sumatra Selatan yang juga, Ustadz Ramlan Holdan, menyatakan keberadaan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan aksi pemberontakan serta antiagama yang dilakukan orang-orang partai tersebut merupakan sejarah pahit bagi bangsa ini yang perlu diketahui oleh semua lapisan rakyat.

"Semua lapisan masyarakat, terutama generasi muda perlu mengetahui sejarah pahit pemberontakan PKI yang akan mengubah ideologi Pancasila dengan paham komunis sehingga akhirnya bisa dicegah gejala kebangkitan komunis," katanya di Palembang, Jumat (2/10).

Baca Juga

Menanggapi pemutaran film sejarah Gerakan 30 September PKI pada peringatan Hari Kesaktian Pancasila, menurut dia, hal itu tidak masalah dilakukan setiap tahun, namun perlu pelurusan sejarah terhadap adegan yang tidak sesuai dengan fakta saat peristiwa itu terjadi pada 1965.

Pemutaran film setiap tahun menjelang peringatan Hari Kesaktian Pancasila, kata dia, dapat mengingatkan masyarakat bahwa pernah ada gerakan pemberontakan yang dilakukan orang-orang PKI yang perlu diwaspadai agar tidak bangkit kembali menorehkan sejarah pahit.

Melalui momentum peringatan Hari Kesaktian Pancasila, kata dia, membuktikan ideologi tersebut teruji mampu mempertahankan

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tetap terjaga utuh. "Kebangkitan komunis, pemberontakan, antiagama, dan upaya mengganti ideologi Pancasila harus dilakukan penolakan bersama secara tegas tanpa kompromi," katanya.

Kesaktian Pancasila sebagai ideologi negara, katanya, perlu terus diperkuat dengan mengaplikasikan semua asas Pancasila secara utuh dalam kehidupan sosial bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Dia  menegaskan lima butir sila yang menjadi asas atau dasar dari kehidupan berbangsa dan bernegara harus diterapkan secara utuh, tidak boleh hanya satu atau dua sila saja, karena satu sama lain terkait mewujudkan tujuan bernegara.

Sila pertama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, jika masyarakat berketuhanan secara utuh pasti manusianya dapat berlaku adil dan memiliki adab, yang diwujudkan dalam sila kedua.

Sila kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, jika masyarakatnya mampu berperilaku adil dan memiliki adab yang baik, maka rakyat akan bersatu padu dan negara menjadi kuat, sebagaimana sila ketiga.

Sila ketiga Persatuan Indonesia, jika masyarakat sudah memiliki rasa persatuan, maka demokrasi Pancasila akan berjalan secara utuh sebagaimana sila keempat.

Sila keempat Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan, jika rakyat dipimpin secara hikmat dan diwakili oleh orang yang bijaksana dalam melakukan musyawarah untuk mencapai mufakat, maka antara yang memberi kepercayaan dan yang mendapatkan kepercayaan atau mandat tidak akan merasa saling curiga, saling menipu sehingga sila ke lima yang menjadi tujuan akhir berbangsa dan bernegara akan terwujud.

Sedangkan pada sila kelima Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia merupakan tujuan akhir berbangsa dan bernegara, menjadi perhatian dan upaya bersama agar dirasakan semua lapisan masyarakat. 

 

 

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement