REPUBLIKA.CO.ID, Menjalani karantina sebagai pasien positif Covid-19 di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet tak membuat Agus Raharjo berdiam diri. Karyawan di salah satu perusahaan swasta di Jakarta itu punya banyak cara untuk mengisi waktunya selama masa karantina.
Ia mendapat kabar dirinya positif Covid-19 pada 18 September lalu setelah mengikuti serangkaian tes swab. Kala itu, Agus ditawari pilihan untuk menjalani karantina di rumahnya atau di RSD Wisma Atlet. Dengan berbagai pertimbangan, Agus memilih yang kedua.
Dia mengaku tidak merasakan sakit apa pun yang menjadi gejala umum penderita Covid-19. Karena itu, ia pun ditempatkan di Tower 5 Wisma Atlet yang menjadi tempat karantina bagi pasien positif Covid-19 tanpa gejala.
Agus menjelaskan, segala aktivitasnya dihabiskan di ruang karantina. Dalam satu unit ruangan terdapat dua kamar pasien lengkap dengan kamar mandi pada setiap kamar. Untuk makan, Agus dan pasien tanpa gejala lainnya mengambil langsung di ruang perawat di setiap lantai. Setiap lorong pun disediakan dispenser air minum untuk pasien.
Selama masa karantina, Agus justru banyak beraktivitas. Dia kerap berjemur di salah satu ruangan terbuka di salah satu lantai Tower 5. Agus juga tetap mengerjakan tugas-tugas kantor di kamarnya yang terhubung dengan jaringan //Wi-fi//.
"Ini bagian ujian dari Yang Maha Besar, kita jalani saja ujian ini. Kita harus mendekatkan diri pada Allah. Ibaratnya kalau lulus berarti kita sukses," kata Agus kepada Republika, beberapa hari lalu.
Agus pun kerap menghabiskan waktu dengan membaca buku, menonton film, dan mengakses berita melalui gawai dan laptop yang dibawanya. Beragam aktivitas itu membuat Agus makin rileks menjalani karantina. Tidak lupa, Agus memperkaya gizi ruhani. Dia makin rutin membaca Alquran dan memperbanyak shalat sunah. Agus meyakini pada gerakan-gerakan shalat terdapat khasiat yang menjadi obat bagi setiap penyakit.
Untuk melaksanakan ibadah sehari-hari, setiap pasien melaksanakannya di dalam kamar masing-masing. Tak ada ruang khusus seperti mushala yang disediakan bagi pasien di setiap lantainya. "Sebab ada penelitian yang dilakukan di luar negeri yang menjadi //treatment// bagi penderita Covid-19 itu ternyata itu adalah posisi sujud. Tapi, mereka //kan// tidak tahu bahwa gerakan itu adalah posisi sujud. Dengan posisi sujud itu agar cairan yang ada pada paru-paru bagian bawah itu naik," kata Agus.
Berbeda dengan Agus, Suwendi baru saja mengakhiri masa isolasinya di rumah. “Hari ini saya dapat hasil tes dari rumah sakit dan dinyatakan negatif," kata Suwendi pada Selasa lalu ketika Republika menanyakan kabarnya yang tengah menjalani isolasi mandiri. Suwendi bahagia telah dinyatakan sembuh dari Covid-19 setelah 16 hari menjalani karantina.
Seperti Agus, Suwendi merupakan pasien tanpa gejala. Dia menjalani tes //swab bersama anggota keluarganya. Pada 7 September lalu, pendiri Pesantren Nahdlah Bahriyah Cantigi, Indramayu ini dinyatakan positif Covid-19 meski semua anggota keluarganya negatif.
Ia menjalani karantina mandiri di kediamannya di kawasan Tangerang Selatan. Selama karantina, Suwendi tetap mengisi hari-harinya untuk melakukan pekerjaan kantor di ruangan khusus.
"Saya harus kuat dan yakin ini karunia dari Allah, yang harus saya terima tulus ikhlas dan saya hanya berharap ada hikmahnya," ujar Suwendi.
Suwendi pun lekas mengabari orang-orang yang pernah berinteraksi dengannya tentang kondisinya sebagai penderita Covid-19. Itu dilakukan agar orang-orang yang pernah berinteraksi dengannya dapat cepat mengambil langkah pengecekan kesehatan.
Setiap malam, melalui panggilan video Suwendi kerap berbagi cerita dengan keluarganya hingga berdoa bersama untuk kesembuhannya. Dalam masa karantina itu, Suwendi mengakui dirinya berupaya untuk menata hati dengan bermuhasabah diri. Suwendi menyibukkan diri dengan membaca Alquran, terutama surah al-Muluk. Selain itu, ia memperbanyak zikir dan berdoa.
"Saya menata hati bahwa rezeki itu bukan hanya kenikmatan, musibah pun adalah surat cinta dari Allah. Setelah saya memperbaiki mental, ribuan orang mengirimkan pesan memberikan doa dan saya yakin tak ada obat yang paling ampuh kecuali doa," kata dia.
Suwendi mengakui pada awal-awal dirinya dinyatakan positif Covid-19, banyak warga di sekitar tempat tinggalnya khawatir. Meski demikian, warga perlahan mengerti posisinya sebagai pasien Covid-19.
"Mendeklarasikan diri sebagai orang Covid-19 itu penting karena di lapangan banyak orang //down// duluan, hilang percaya diri sehingga dikucilkan. Ini harus dihilangkan. Juga stigma-stigma penderita Covid-19 itu jahat dan lainnya juga harus dihilangkan. Mengedukasi masyarakat itu penting sehingga penderita Covid tidak dikucilkan," kata dia.
Sekretaris MUI Jawa Tengah KH Muhyiddin yang juga sempat menjadi penyintas Covid-19 mengungkapkan, sikap optimistis sambil melakukan ikhtiar lahir maupun batin amat penting bagi penderita korona. Dia mencontohkan, selama menjalani isolasi, dia mengonsumsi sari tebu hingga berkumur dengan air hangat yang dicampur garam. Selain itu, ia juga banyak menggunakan minyak kayu putih.
Kiai Muhyiddin juga terus meningkatkan kebugaran tubuh dengan mengonsumi makanan sehat dan berjemur. Dia juga melakukan upaya batin, yakni dengan menambah zikir, bertadarus Alquran, serta berdoa. Cara itu membuat Kiai Muhyiddin semakin tenang dan optimis sembuh dari Covid-19.
"Menurut saya, yang utama itu sabar dan tawakal pada Allah itu yang akan menolong kita untuk tidak gelisah, takut. Kemudian kita ikuti semua protokol medisnya," kata dia.