REPUBLIKA.CO.ID, Bagi orang beriman, kehidupan dunia hanyalah satu episode dari perjalanan hidup yang panjang, bukan akhir dari kehidupan dan segalanya. Namun, di balik itu, masih terdapat alam kubur dan akhirat.
Di sana, manusia berjumpa dengan Tuhannya. Karena itu, ia selalu berkomunikasi dengan Allah, melalui ibadah dan doa setiap hari dan waktu agar perjumpaan itu terlaksana secara sukses dan menyenangkan.
Adapun bagi orang yang tidak beriman, dunia seolah menjadi titik henti terakhir. Karena itu, seluruh hidupnya dipertaruhkan dan dicurahkan hanya untuk mencari kepuasan atau popularitas diri. Inilah yang Allah gambarkan dalam Alquran,
إِنَّ الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا وَرَضُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاطْمَأَنُّوا بِهَا وَالَّذِينَ هُمْ عَنْ آيَاتِنَا غَافِلُونَ
“Orang-orang yang tidak mengharapkan adanya perjumpaan dengan Kami, lalu merasa puas dengan kehidupan dunia, merasa tenteram dengannya, serta orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, tempat mereka adalah neraka sesuai dengan apa yang mereka lakukan.” (QS Yunus {10}: 7).
Menurut Wahbah Zuhayli dalam Tafsir al-Munir, ayat di atas memberikan gambaran tentang empat karakter calon penghuni neraka. Pertama, tidak meyakini adanya pertemuan dengan Allah. Mereka tidak takut kepada hukuman-Nya, peringatan-Nya, ancaman-Nya, serta sama sekali tidak mengharapkan pahala dari-Nya.
Kedua, puas dengan kehidupan dunia. Ini adalah akibat logis dari sikap pertama. Ketika seseorang tidak percaya akan berjumpa dengan Allah, dia tidak akan menyiapkan apa pun untuk pertemuannya nanti dengan Allah. Seluruh capaiannya hanya berorientasi kepada dunia yang pendek.
Ukuran kelapangan, kesenangan, dan kegembiraan bertumpu pada dunia dan keduniaan semata. Berbagai upaya untuk mencapainya dilakukan meski dengan menghalalkan segala cara, mempertaruhkan reputasi, menanggalkan harga diri, menyerang kawan sendiri, bahkan harus mengorbankan agama sekali pun.
Ketiga, merasa tenteram dan nyaman dengan dunia. Ini dirasakan ketika kesenangan dan kenikmatan dunia entah berupa harta, wanita, kedudukan, dan jabatan berhasil dicapai.
Keempat, lalai terhadap ayat-ayat-Nya. Yakni, merasa aman dari siksa dan ancaman Allah di dunia ataupun akhirat. Dengan kata lain, sama sekali tidak merasa penting mengambil pelajaran dan tidak merenungkannya.
Manakala empat karakter tersebut terdapat dalam diri manusia, ia akan jauh dari jalan kesempurnaan, dan tidak akan pernah mencapai kebahagiaan. Sebab, kesempurnaan dan kebahagiaan terletak pada kemampuan manusia menata hidup secara benar dengan menjadikan akhirat sebagai tujuan