REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN, Jerman -- Pihak berwenang di Jerman barat telah menangguhkan 29 petugas polisi yang diduga berbagi propaganda sayap kanan di grup WhatsApp. Bahkan seorang pejabat keamanan setempat menyatakan setidaknya dua di antaranya aktif selama beberapa tahun.
"Penyelidik di Berlin pada Rabu kemarin (16/9) menggeledah 34 lokasi, termasuk kantor polisi dan apartemen pribadi di kawasan industri Ruhr," kata Herbert Reul, menteri dalam negeri Rhine-Westphalia Utara, negara bagian terpadat di Jerman seperti dilansir laman Times of Israel.
Materi yang dibagikan termasuk agitasi neo-Nazi, agitasi rasis dan anti-pengungsi, kata Reul, yang menambahkan bahwa kasus tersebut membuatnya "tidak bisa berkata-kata."
Di grp Whatsapp itu diunggah berbagai gambar yang menyinggung termasuk gambar Adolf Hitler dan swastika, penggambaran fiksi tentang seorang pengungsi di kamar gas kamp konsentrasi.''Selain itu satu lagi ada gambar yang mengejek penembakan orang kulit hitam," tambah Reul.
Materi itu dipertukarkan di setidaknya lima grup WhatsApp yang digunakan seluruhnya atau sebagian besar oleh petugas polisi. Salah satu grup tersebut rupanya dibentuk pada tahun 2012, dan grup yang berisi gambar terbanyak, pada tahun 2015. Pesan terbaru dikirim pada 27 Agustus.
Pada hari Rabu kemarin, juru bicara Seehofer juga memperingatkan agar tidak membuat “tuduhan menyeluruh terhadap seluruh polisi Jerman yang jumlahnya mencapai 300.000 petugas.
“Tapi tentu saja sudah jelas, seperti yang ditunjukkan kasus saat ini, bahwa kita tidak berbicara tentang individu,” kata juru bicara, Steve Alter.
Obrolan grup serupa antara petugas polisi atau rekrutan yang berisi materi sayap kanan neo nazi dan anti imigran itu telah ditemukan di tiga negara bagian Jerman lainnya dalam beberapa tahun terakhir.
"Sebagian besar petugas yang diduga terlibat bekerja di beberapa titik di kantor polisi yang sama di Muelheim an der Ruhr," kata Reul. Dia mengatakan 29 orang itu kini telah 'suspend' (ditangguhkan" dan sejak hari itu juga proses disipliner telah dimulai.
“Kami harus mengajukan pertanyaan yang tidak menyenangkan pada diri kami sendiri. Siapa yang tahu tentang ini? Mengapa ini ditoleransi selama bertahun-tahun? Oleh siapa?," kata Reul.