REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dubes Besar Republik Indonesia untuk Jerman, Arief Havas Oegroseno, meyakini jumlah umat Islam di Eropa akan terus meningkat.
Menurut dia, banyak faktor yang membuat jumlah Islam di Eropa terus meningkat, di antaranya karena adanya konflik di negara-negara Afrika dan Timur Tengah.
“Saya sendiri melihat bahwa jumlahnya akan semakin meningkat karena memang adanya masalah konflik di kawasan Timur Tengah, baik di daerah Suriah atau mungkin di Afrika utara yang lain, khususnya di Libya dan juga sebagian dari Yaman,” katanya dalam pengajian bulanan PP Muhammadiyah bertema “Islam dan Islamofobia di Eropa”, Jumat (11/9) malam.
Berdasarkan tingkat kesuburan umat beragama di Eropa, umat Islam memang mempunyai peluang yang besar. Karena, menurut dia, umat Islam di Eropa juga memiliki keluarga yang lebih banyak dibandingkan umat agama yang lain. “Berarti ini menjadi kontributor bagi meningkatnya warga Islam di Eropa,” ucapnya.
Khusus di Jerman sendiri, menurut dia, juga ada kebijakan yang membuka kemungkinan masuknya migran atau pengungsi dari negara-negara di kawasan Timur Tengah.
Namun, menurut dia, kebijakan itu juga mendapat tantangan dari kelompok tertentu. “Meskipun bukan tanpa tantangan dari kelompok-kelompok tertentu,” jelasnya.
Sementara itu, Lembaga riset asal Amerika Serikat (AS) Pew Research Center (PRC) juga memprediksi, Islam akan menjadi agama terbesar di dunia pada 2075. Hal ini terjadi seiring dengan terus bertambahnya kelahiran di keluarga Muslim.
Hasil riset yang dilansir the Guardian, beberapa waktu lalu itu juga menyebut, selama dua dekade mendatang jumlah bayi yang lahir dari keluarga Muslim akan menyalip jumlah bayi yang lahir dari keluarga Kristen. Jumlah orang yang tak beragama juga akan berkurang. Hal ini, menurut analisis PRC, akibat berkurangnya kelahiran di kalangan mereka.
Poin penting dari analisis ini adalah adanya pergeseran demografi penganut agama. ''Dalam hal ini, populasi di dunia bagian selatan terus meningkat, sedangkan populasi Kristen semakin menua dan mati,'' tulis Pew dalam laporannya.