REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta Prof Amany Lubis mengatakan keretakan keluarga di Indonesia kerap terjadi karena kurangnya solusi.
"Sangat prihatin terhadap kurangnya solusi terhadap pasangan-pasangan," kata Amany yang juga ketua Majelis Ulama Indonesia bidang Perempuan, Remaja dan Keluarga (PRK) dalam webinar "Masalah dan Solusi Perceraian di Indonesia", Kamis (3/9).
Untuk itu, dia mendorong berbagai pemangku kepentingan untuk memperhatikan fakta tersebut. Bagi pengadilan agama dan Kantor Urusan Agama agar semakin meningkatkan kapasitasnya supaya para mediator perkara perceraian dapat mendorong pada rujuknya pasangan suami-istri.Dengan begitu, kata dia, berbagai prahara keluarga dapat diselesaikan dengan baik melalui mediator sehingga perkara menjadi damai serta tidak terjadi perceraian.
Dia menjelaskan, mediator sangat penting untuk menjaga ketahanan keluarga. Menurut dia, semua pihak seharusnya bisa menyumbang solusi dan peduli terhadap sesamanya jika terdapat indikasi-indikasi permasalahan keluarga yang memicu perceraian."Maka perceraian bisa ditekan. Tentu ini dalam konteks tidak terjadi kekerasan apalagi penghianatan, selingkuh," kata dia.
Pada masa pandemi, Amany menilai, banyak keluarga mengalami tantangan pola kehidupan baru. Setiap pihak harus bersabar serta memberi solusi kepada pasangan suami istri untuk ketenangan bersama.
Ia menilai, ada gejala suatu pasangan suami istri kurang memiliki banyak solusi sehingga menemui perceraian bahkan hanya karena persoalan-persoalan sepele.Prof Amany mengingatkan, Allah berfirman bahwa perceraian itu halal tetapi sekaligus perbuatan manusia yang paling dimurkai. Maka dari itu, meski halal sebaiknya perceraian pasangan itu dihindari.
"Memang perceraian itu halal. Itu boleh tapi itu paling dimurkai Allah. Justru yang juga memprihatinkan tingginya perceraian pada pasangan baru menikah 1-5 tahun tapi sudah minta cerai dan ke pengadilan agama. Prihatin dan perlu ada solusi dari kita semua," kata dia.
Jika memang penyebab cerai itu karena ekonomi, kata dia, sebaiknya memang diantisipasi dari jauh hari."Persoalan ekonomi itu seharusnya tidak jadi alasan karena perempuan itu didorong mandiri secara ekonomi, laki-laki didorong serius lebih bertanggung jawab terhadap keluarganya," jelas dia.