Kamis 27 Aug 2020 16:30 WIB

Mufti Agung Yerusalem Mundur dari Forum Perdamaian UEA

Mufti Yerusalem menilai normalisasi adalah tusukan di punggung Palestina dan Muslim.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Balai Kota Tel Aviv diterangi dengan bendera Uni Emirat Arab dan Israel saat kedua negara mengumumkan akan menjalin hubungan diplomatik penuh, di Tel Aviv, Israel, Kamis (13/8/2020).
Foto: AP / Oded Balilty
Balai Kota Tel Aviv diterangi dengan bendera Uni Emirat Arab dan Israel saat kedua negara mengumumkan akan menjalin hubungan diplomatik penuh, di Tel Aviv, Israel, Kamis (13/8/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Mufti Agung Yerusalem Muhammad Hussein mengundurkan diri dari the Forum for Promoting Peace in Muslim Societies (FPPMS) yang berbasis di Uni Emirat Arab (UEA) pada Rabu (26/8). Hal itu menyusul dukungan yang diberikan organisasi tersebut atas normalisasi hubungan diplomatik antara UEA dan Israel.

"Normalisasi adalah tusukan di punggung Palestina dan Muslim, serta pengkhianatan terhadap situs suci Muslim dan Kristen di Yerusalem," kata Hussein dalam sebuah konferensi pers, dilaporkan laman Middle East Eye.

Baca Juga

Pada Ahad (23/8) lalu, aktivis Muslim-Amerika Aisha al-Adawiya terlebih dulu mengundurkan diri dari FPPMS. Keputusan itu diambil tak lama setelah FPPMS mengeluarkan pernyataan mendukung normalisasi hubungan UEA dengan Israel.

"Sebagai hasil dari pelanggaran kepercayaan dan konsisten dengan nilai-nilai saya, saya mengumumkan pengunduran diri saya," kata al-Adawiya melalui akun Facebook pribadinya.

Pekan lalu, FPPMS merilis pernyataan berisi dukungan terhadap normalisasi hubungan diplomatik antara UEA dan Israel. Menurut mereka, hal itu dapat menghentikan Israel memperpanjang kedaulatannya atas tanah Palestina. Di sisi lain, kesepakatan tersebut merupakan sarana untuk mempromosikan perdamaian serta stabilitas di seluruh dunia. Namun FPPMS telah menghapus pernyataannya tersebut.

Israel berhasil mencapai kesepakatan normalisasi hubungan diplomatik dengan UEA pada 13 Agustus lalu. Hal tersebut tercapai dengan bantuan mediasi dari Amerika Serikat (AS). Itu merupakan kesepakatan damai pertama Israel dengan negara Arab dalam 26 tahun. Menurut Putra Mahkota UEA Sheikh Mohammad bin Zayed Al Nahyan kesepakatan normalisasi itu sengaja dibuat untuk menghentikan rencana aneksasi Israel terhadap wilayah Palestina.

Di bawah kesepakatan dengan UEA, Israel memang sepakat menangguhkan rencana aneksasi Tepi Barat. Namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menegaskan bahwa rencana tersebut tak sepenuhnya disingkirkan. Netanyahu mengatakan akan tetap menjalin koordinasi dengan AS perihal pencaplokan Tepi Barat. AS, melalui rencana perdamaian Timur Tengah-nya, memang telah memberi lampu hijau kepada Israel untuk melakukan hal tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement