REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan perdana menteri Malaysia Mahathir Mohammad (95 tahun) melempar kritik atas normalisasi hubungan Uni Emirat Arab (UEA) dan Israel. Ia menilai perjanjian itu membelah dunia Muslim, menyebabkannya berperang satu sama lain.
Ia turut mengkritik dukungan AS terhadap upaya Israel menganeksasi bagian tepi Barat untuk menjaga hubungan diplomatik dengan Uni Emirat Arab. Padahal, Organisasi Islam besar Indonesia, Nahdlatul Ulama menyebut hal tersebut bisa memicu perang antarnegara Muslim di Timur Tengah.
Mahathir yang sejak lama membela Palestina mengingatkan Israel menyiram bensin pada api konflik di Timur Tengah. "Mereka akan meningkatkan ketegangan antarnegara dan tidak ada kedamaian antarnegara Muslim nantinya," kata Mahathir dikutip dari South China Morning Post, Sabtu (15/8).
"Dengan mengakui aneksasi Israel, maka akan menimbulkan reaksi dari orang Palestina dan siapa pun yang mendukung Palestina," kata Mahathir.
Baik pemerintah Indonesia maupun Malaysia belum merespons terkait persetujuan antara Israel-Uni Emirat Arab. Perjanjian tersebut membuat Israel berjanji menangguhkan pencaplokannya atas tanah Palestina, namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menekankan itu tidak berarti mereka meninggalkan rencana mencaplok Lembah Yordania dan permukiman Yahudi di seluruh Tepi Barat yang diduduki.
Palestina, Turki dan Iran telah mengecamnya sebagai pengkhianatan. UEA membelanya sebagai inisiatif yang memberi lebih banyak waktu untuk mencapai kesepakatan damai.
Katib Aam Pengurus Besar Nadhlathul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf memperingatkan kelompok radikal jelas membenci kesepakatan normalisasi hubungan diplomatik tersebut. "(Kelompok ini) mungkin saja terprovokasi dan melakukan serangan teror di negara-negara Muslim, terutama di Timur Tengah," ujarnya yang pernah mengunjungi Israel pada 2018.
Dia mengatakan pemerintah Indonesia memandang negara Israel adalah fenomena kolonialisme. Dari semua negara anggota Asean, hanya Malaysia, Indonesia, dan Brunei Darussalam yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.