REPUBLIKA.CO.ID, Dalam ajaran agama Hindu, kata Avatara atau Awatara berarti sosok inkarnasi dari Roh Keilahian yang datang ke bumi untuk menegakkan kebenaran.Dalam film Holiwood sosok itu kerap digambarkan seorang anak muda berkepala plontas yang punya kekuatan luar bisa karena bisa menguasi air, api, dan angin. Avatar memang dianggap sosok tititisan Tuhan yang baru lahir dibumi.
Dalam media India, julukan ini kerap ditujukan ke Modi sebagai penguasa India masa kini yang dipandang punya kemampun mumpuni. Apalagi di masa mudanya Modi kerap dijuluki sebagai pasukan dari para penganut Hindu fanatik. Ini misalnya tercermin pada perjalanan karir politiknya yang kerap diidentikan bila Modi adalah penganut Hindu sejati, beda dengan lainnya, misalnya Nehru dan dinasti politiknya yang terus mengacu bahwa India bukan Hindu: India adalah sekuler (agama terpidah dari negara).
Uniknya terkait dengan pembangunan kuil dewa Rama di Ayodya, langkah Modi makin menjelaskan bila dia adalah seorang penganut 'Hindu sejati'. Dia berbeda dengan garis Nehru atau Gandhi bapak India lainnya yang menyatakan India adalah rumah bagi semua agama tanpa kecuali. Modi terjejak mengambil langkah lain. Dan atas sikapnya ini, semua masih ingat, bila Modi sebelum jadi perdana menteri ditolak masuk negara Amerika Serikat. Namun, kemudian oleh pemerintah Amerika Serikat diubah ketika Modi sudah jadi perdana menteri.
Berikut ada artikel menarik dari laman media India, theprint.in. Tulisan ini soal sosokdan semangat Avatar (keilahian baru) dari Modi dengan tajuk: "Modi turns to Lord Ram but his new avatar faces an old test" (Modi beralih ke Lord Ram tetapi Avatar barunya menghadapi ujian lama). Tulisan ini karya D.K. Singh, yang dimuat di media tersebut pada 5 Agustus lalu. Begini selengkapnya
-----------
New Delhi: Perdana Menteri Narendra Modi muncul dalam avatar baru Rabu, mengenakan pakaian tradisional keagamaan Hindu 'dhoti-kurta-gamchha' emas dan bersujud di depan patung Ram Lalla sebelum meletakkan fondasi di kuil dewa Rama di Ayodya itu.
Bagi Modi, tindakan ini bisa jadi yang ke sembilan kalinya dia lakukan dengan mengunjungi tempat keagamaan selama berkuasa. Namun kemegahan dan simbolisme peristiwa ini serta penampilannya yang terkoreografikan dengan baik menunjukkan upaya untuk mengubah citra ketiga dalam karier politiknya.
"Pembangunan kuil Ram menunjukkan "kepemimpinan yang kuat dan tegas" dari Perdana Menteri,'' begitu kata Menteri Dalam Negeri dan kepala ahli strategi partai BJP (Bharatiya Janata Party /partai penguasa yang yang dipimpin Modi), Amit Shah tweeted.
Meskipun deskripsi Modi seperti ini bukanlah hal baru, namun sebenanrya ini jarang digunakan dalam konteks identitas Hindu-nya.
Dahulu, penanganan Modi sebagai menteri utama Gujaratm atas kerusuhan pasca-Godhra 2002, telah menarik perhatian nasional. Kasus itu sendiri merupakan kemunculan awalnya yang mencitrakan bila dirinya seorang pemimpin India yang 'Hindu' sejari. Tapi Modi segera mengerjakan perubahan citra ini - yang pertama - sebagai 'vikas purush' atau 'manusia pembangun' yang akan menjaga brigade Hindutva di bawah naungannya.
Peristiwa saat itu terus membawa sinar citra dirinya sebagai model ideal seorang pemimpin 'Hindu' India. Modi adalah "model pembangunan Gujarat" yang terjadi menjelang maju atau mendapat tawaran sebagai perdana menteri India pada tahun 2014. Saat itulah citra diri Modi sebagai sosok 'bapak pembangunan' menjadi sangat kuat. Gambaran sosoknya yang tegas menjadi penting, terutama untuk membuat citra yang kontras dengan saingan politiknya Dr Manmohan yang dicitrakan lemah.
Namun, patut diketahui, selama waktu itu Modi tidak pernah berbicara tentang kuil dewa Rama di Ayodya. Bahkan selama kampanye 2014 atau bahkan lima tahun kemudian sekalipun. Memang arus bawah politik Hindu-Muslim dalam pidato Modi selalu ada, tetapi dia tidak pernah membiarkannya untuk menjadikan citra dirinya. Dia memilih mandatnya itu didapat sebagai seorang pemimpin yang berkomitmen untuk kesejahteraan rakyat.
Lagi pula. Modi tidak pernah mengunjungi Ayodhya sekalipun sebagai kandidat menteri atau calon perdana menteri sampai Rabu lalu saat dia meresmikan pembangunan kuil dewa Rama di atas lahan Masjid Babri tersebut.
Perubahan citra kedua Modi baru terjadi di tengah-tengah masa jabatannya sebagai Perdana Menteri. Adanya serangan pada 2016 terhadap ancaman serangan teror ke India dan serangan udara Balakot 2019. Bahkan batas ini Modi tetap mampu melintasi batas definisi citranya sebagai pemimpin yang kuat dan tegas dalam konteks keamanan nasional. Adanya, deskripsi dari Amit Shah tentang Modi sebagai pemimpin yang kuat dan tegas untuk memulai pembangunan kuil dewa Rama itulah menunjukkan salah satu upaya lagi untuk membuat ulang citra Modi kembali.
Perubahan citra ketiga
Beberapa pengamat politik belakangan ini menarik kesejajaran antara kunjungan Modi ke Ayodhya dan kunjungan Presiden Turki Recep Teyyip Erdogan ke Hagia Sophia, sebuah situs warisan dunia di Istanbul yang diubah menjadi masjid bulan lalu.
Ini terjadi di latar belakang popularitas Erdogan yang memudar karena kesalahan penanganan krisis virus korona dan ekonomi. Tetapi apakah ada substansi dalam perbandingan ini? Peringkat popularitas PM Modi masih tinggi, meskipun beberapa survei menunjukkan sedikit penurunan.
Hal itu jelas mungkin bukan alasan baginya untuk kurang tidur. Namun, yang lebih mungkin adalah Modi memerlukan perubahan citra diri yang lain adalah bahwa kini pemerintah berada di bawah pengawasan publik yang intens di berbagai bidang - manajemen Covid-19, ekonomi, dan keamanan nasional setelah gangguan serangan China di perbatasan di Ladakh. Dan itu semua tak satu pun membuat masalah karena tampaknya akan hilang dalam waktu dekat.
Pada catatan yang lebih ringan, seorang pemimpin Kongres mengatakan kepada media The Print bahwa pidato Modi setelah upacara peletakan yayasan di Ayodhya yang menunjukkan keyakinannya pada semua orang bahwa Dewa Rama-lah yang nanti akan menyelesaikan semua krisis ("Ram bharose").
Di sini para pemimpin mungkin membaca - atau salah membaca - terlalu banyak terjebak dalam spekulasi dan ucapan simbolis Modi di Ayodhya itu. Namun itu semua tidak dapat menyangkal fakta bahwa pemerintah Modi sedang berjuang untuk menangani serangkaian krisis.
Adanya setiap perubahan gambar Modi jelas membuat oposisi bingung tentang sosok dia masa kini. Memang ada komentar dari Sonia Gandhi atau cemoohan "chaiwala" Mani Shankar Aiyer pada tahun 2014, dan juga dari Kongres India yang menuntut bukti adanya serangan teror merobek yang akan India.
Namaun adanya itu semua menandakan tidak adanya perubahan opini yang berbeda. Para penentang Modi baik yang diam atau mendukung 'bhoomi pujan' di kuil Dewa Rama, Ayodhya tersebut, tetap paham tak ada yang bergeser. Apalagi, tentu semua masih ingat pada sejarah kakek buyut Rahul Gandhi, Jawaharlal Nehru. Dia tidak berhasil berdebat dengan Presiden India saat itu, Rajendra Prasad, yang menentang menghadiri peresmian kuil Somnath pada tahun 1951, karena konstitusi negara India menyatakan agama dan negara harus dipisahkan.
Namun, pada hari Rabu lalu, saat Modi berbicara di Ayodhya, Rahul Gandhi justru mengelak adanya semangat itu dari leluhurnya. Dia malah memuji kebajikan dewa Rama tanpa berkomentar apa pun mengenai kejadian di kuil Ayodhya.
Sehari sebelumnya, saudara perempuannya, Priyanka Gandhi Vadra, malah mendukung upacara peletakan batu pertama di Ayodhya, dengan mengatakan itu adalah perayaan persatuan nasional. Dia menandatangani pernyataannya dengan "Jai Siya Ram", nyanyian yang juga digunakan Modi untuk memulai pidatonya pada hari Rabu itu.
Pemimpin opisi dari Partai Samajwadi Akhilesh Yadav itu tampaknya berada dalam dilema yang sama. Ini tercermin saat dia mengeluarkan tweet dengan nada yang aman: “Jai Mahadev, Jai Siya Ram, Jai Hare-Krishna, Jai Hanuman….” Ketua Kongres Trinamool Mamata Banerjee juga bergabung dengan mereka dengan tweet: "Hindu, Muslim, Sikh, Isai, aapas mein hai bhai, bhai."
Apa Arti Avatar Baru Modi Bagi Politik Nasional India?
'Avatar baru Modi' memang membuat para pemimpin oposisi kini dalam situasi mirip kelompok pelarian. Dalam upaya mereka untuk memproyeksikan diri mereka sebagai 'orang Hindu yang lebih baik', mereka jelas cenderung tampak bermain di bawah kendali tangan BJP. Dan mereka tampaknya tidak memiliki narasi alternatif untuk melawan partai yang berkuasa pimpinan Modi ini.
Menjelang penyelesaian pembangunan kuil dewa Ramanya, pada akhir tahun 2023, kebingungan mereka kemungkinan akan semakin bertambah karena RSS (Organisasi utama partai BJP) dan organisasi afiliasinya lainnya, tampaknya akan semakin enak menyalakan gairah untuk memainkan sentimen Hindutva (semangat Hindu) saat pergi dari ke pintu untuk mengumpulkan donasi dan memobilisasi orang dalam kampanyenya. BJP dapat mengandalkan rekam jejak yang kredibel. Sementara dari pihak oposisi bila mengambil langkah itu untuk bereaksi, maka berati mereka melakukan bunuh diri politik.
Pada pihak merekai, partai yang berkuasa memang jelas ingin memakai pembangunan kuil dewa Rama di Ayodya menjadi gambaran katarsis bagi orang-orang untuk melupakan kesushan hidup mereka sehari-hari.
Tapi ini juga baru mungkin kemungkinan. Sebab, bagaimanapun ini bisa menjadi strategi yang tidak pasti. Apa yang disebut 'ceruk pemilih Hindu' - atau mereka yang memilih BJP karena berasal dari sikap religiusitasnya - tidak mungkin jumlah bisa berkembang karena ada soal pembangunan kuil dewa Rama.
Mengapa? Ini karena, jika perolehan suara BJP meningkat menjadi 22,9 poin pada 2019 dari hanya 7,84 poin pada 2009, itu bukan karena konsolidasi atau perluasan 'ceruk pemilih Hindu' tersebut. Itu terjadi lebih karena sosok Modi selaku arsitek model pembangunan India dari wilayah Gujarat.
Maka, hasil Pemilu 2019 merupakan cerminan keberhasilan skema pembangunan Modi dan juga kredensial di front keamanan nasional itu. Meskipun Modi mungkin tetap menjadi ikon bagian dari Hindu garis keras, itu bukan poinnya lagi. Politik aspirasi Modi itulah yang memungkinkannya melampaui pertimbangan kasta sementara oposisi tetap membeku dalam politik identitasnya.
Dalam avatar barunya, Modi mungkin biSA menghalangi oposisi, tetapi berisiko melemahkan posisinya sendiri. Ini bisa terjadi bila dia gagal mewujudkan dalam beberapa tahun ke depan janji kebangkitan ekonomi dan manajemen Covid-19 di India. Dan adanya sikap oposisi yang membingungkan ini pun sebenarnya mungkin tidak banyak membantunya.