REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ) Kementerian Agama RI telah menyempurnakan terjemahan Alquran edisi penyempurnaan 2019. Perlu waktu tiga tahun peneliti di LPMQ menyelesaikan penyempurnaan ini.
Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ) Kemenag, Muchlis M Hanafi, mengatakan, LPMQ sangat hati-hati dalam melakukan kegiatan penyempurnaan ini. Oleh karena itu LPMQ mendengar masukan masyarakat dengan mengadakan konsultasi publik baik secara daring maupun secara offline. "Kita buat mekanisme yang berlapis yaitu antara lain mengadakan konsultasi publik baik secara online maupun secara offline," katanya.
Para peneliti di LPMQ juga selalu menggelar sidang-sidang reguler untuk membahas draf penyempurnaan terjemahan Alquran dan kemudian melakukan penelitian lapangan untuk menyerap penggunaan terjemahan Alquran di tengah masyarakat.
"Ini dilakukan para peneliti LPMQ kemudian juga pada tahap terakhir ada uji publik, uji sahih yang kita lakukan sebanyak dua kali dengan menghadirkan para pakar para ulama Alquran dari berbagai lembaga termasuk pesantren dan sebagainya," katanya.
Menurutnya, apa yang telah dilakukan tim peneliti LPMQ merupakan bentuk kehati-hatian dalam penyempurnaan terjemahan Alquran.
Muchlis menyampaikan Alquran itu kebenarannya absolut secara teks, Alquran tidak pernah mengalami perubahan karena Alquran itu merupakan firman Allah SWT. "Sementara terjemahannya itu adalah hasil karya manusia yang terbuka untuk terus disempurnakan," katanya.
Maka dari itu terjemahan Alquran Kementerian Agama juga telah mengalami beberapa kali penyempurnaan. Pertama tahun 1989-1990, kedua tahun 1998-2002 dan edisi yang beredar di tengah masyarakat sekarang ini edisi penyempurnaan 2002. "Dan dari 2002 sampai 2016 kita mulai kembali penyempurnaan tahap ketiga," katanya.
Beberapa kali penyempurnaan itu tentunya kata dia dengan mempertimbangkan perkembangan bahasa Indonesia dan dinamika kehidupan masyarakat. Katanya ada banyak hal yang perlu bisa diakomodasi, karena penyempurnaan terjemahan Alquran akan berkaitan erat dengan pemahaman masyarakat terhadap Alquran.
Selain itu kata dia yang perlu jadi catatan bersama bahwa penyempurnaan terjemahan Alquran saat ini bukan berarti terjemahan Alquran yang sebelumnya tidak benar. Terjemahan yang sudah beredar di masyarakat saat ini masih berlaku, namun ketika ada terjemahan yang sudah disempurnakan masyarakat bisa medapatkan pilihan.
"Jadi ada pilihan sesuai dengan penyempurnaan tahap ketiga bahwa inilah yang kami pandang sudah lebih baik dari segi penggunaan bahasa maupun dari segi pemilihan kata dan makna," katanya.
Penyempurnaan terjemahan Alquran ini sebagai usaha LPMQ Kemenag untuk menghadirkan kembali terjemahan yang lebih kontekstual, dan lebih mudah dipahami oleh masyarakat Muslim Indonesia saat ini.
Muchlis kembali mengingatkan bahwa bahwa terjemahan itu bukan Alquran, karena banyak masyarakat yang tidak mengerti sehingga mampu posisikan terjemahan itu seperti Alquran yang tidak boleh berubah.
Dia mengatakan, kurangnya pemahaman masyarakat antara Alquran dan terjemahan itu dapat dilihat pada saat Pemilukada DKI Jakarta 2016 terkait kata auliya. "Jadi kelihatan sekali bahwa masyarakat kita ini sangat awam memahami Alquran dan terjemahannya," katanya.
Dan yang perlu diingat lagi, kata dia, bahwa sebagus dan sempurnanya terjemahan Alquran itu tetap bukan Alquran. Meski sempurna terjemahan tidak bisa menggambarkan maksud Alquran yang sebenarnya.