REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD--Kepala badan penelitian kesehatan Pakistan telah mendesak masyarakat untuk tetap berpegang pada protokol kesehatan untuk menghentikan penyebaran Covid-19, terutama selama Idul Adha mendatang.
Mayor Jenderal Prof. Aamer Ikram, direktur eksekutif National Institute of Health (NIH) Pakistan, memperingatkan perlunya masyarakat untuk terus menerapkan dan mematuhi langkah-langkah pencegahan virus. Mulai dari menjaga jarak sosial, memakai masker, dan mencuci tangan.
Setelah melaporkan kasus COVID-19 pertamanya pada akhir Februari, kasus Covid-19 di Pakistan hingga hari ini, tercatat 255.769 infeksi, dengan 5.386 kematian.
Kasus positif mulai melonjak pada Mei setelah pemerintah mencabut penutupan yang telah berlangsung selama hampir dua bulan. Sebagai gantinya, Pemerintah Pakistan memberlakukan penguncian kembali daerah-daerah dengan kasus Covid-19 tinggi, zona merah. Sistem penguncian terbatas ini disebut Penguncian Pintar (Smart Lockdown).
“Setelah Idul Fitri, kami menyaksikan lonjakan kasus positif COVID-19. Sekarang Idul Adha akan tiba, dan dengan mengikuti prosedur operasi standar, kami dapat membuat perbedaan nyata,” kata Ikram yang dikutip di Arab News, Kamis (16/7).
Ikram menegaskan, pemerintah tidak akan meremehkan resiko Covid-19 setelah jatuhnya ribuan korban. Meski begitu, dia mensyukuri adanya penurunan angka kematian di satu pekan terakhir.
“Kami tidak bisa menyembunyikan jumlah kematian. Tapi jika melihat statistik satu minggu terakhir, ada pengurangan jumlah kematian," katanya.
Pejabat kesehatan mencatat bahwa data dari 10 hari terakhir menunjukkan bahwa Pakistan telah mengalami penurunan kasus yang cukup baik. Menurut Ikram, strategi Smart Lockdown telah memainkan peran yang penting dalam pengurangan kasus Covid-19.
Pada Selasa (14/7), Pakistan mencatat 1.979 kasus baru COVID-19, setelah 21.020 tes nasional dalam 24 jam. Jumlah ini adalah jumlah terendah infeksi baru dalam beberapa pekan terakhir. Namun, para kritikus menganggap turunnya tingkat infeksi, karena lebih sedikitnya pengujian yang dilakukan.
"Salah satu alasan pengurangan tes, karena WHO telah menghapuskan kebijakan dua tes wajib bagi pasien yang telah pulih, setelah 24 jam, sebelum diizinkan keluar dari rumah sakit," jelas Ikram.
Dia menambahkan bahwa Pakistan sebelumnya telah menguji semua penumpang internasional yang masuk, tetapi sekarang petugas hanya menguji mereka yang menunjukkan gejala COVID-19. “Kami sekarang hanya menyaringnya, yang juga mengurangi beban (pengujian)," tambahnya.
Kepala NIH mengatakan Pakistan telah menjadi negara pertama di kawasan itu yang memulai tes COVID-19 polymerase chain reaction (PCR). Pada awalnya, tenaga medis hanya melakukan 300 tes per hari, tetapi sekarang melakukan lebih dari 150.000 pemeriksaan harian dengan pemanfaatan 135 laboratorium pengujian.
Pada Rabu (15/7), portal COVID-19 pemerintah menunjukkan bahwa 21.749 tes telah dilakukan dalam 24 jam terakhir, dengan total 1.627.939 tes yang berjalan sejak Maret.
Bulan lalu, menteri ilmu pengetahuan Pakistan mengatakan negara itu akan mulai memproduksi alat uji secara lokal mulai Juli. Namun, Ikram mengatakan kit asli masih dalam evaluasi akhir dan akan dikeluarkan untuk penggunaan komersial setelah semua protokol wajib telah selesai.
"Pemerintah sudah bekerja menyiapkan strategi untuk mendapatkan vaksin COVID-19 segera setelah tersedia di mana saja di dunia," pungkasnya.