Kamis 09 Jul 2020 16:23 WIB

Siapa Fethullah Gulen, Ulama yang Ditakuti Rezim Erdogan? 

Fethullah Gulen dituding sebagai otak kudeta gagal 2016 lalu.

Rep: Nadia Zuraya/ Red: Nashih Nashrullah
Ulama Turki yang tinggal di AS,  Fethullah Gulen.
Foto: reuters
Ulama Turki yang tinggal di AS, Fethullah Gulen.

REPUBLIKA.CO.ID, Kudeta di Turki pada 2016, menjadi puncak tuduhan rezim Turki di bawah kepemimpinan Recep Tayyib Erdogan terhadap Fethullah Gulen, cendekiawan Muslim dan tokoh spiritual turki. Siapa sebenarnya Gulen yang hingga saat ini masih ditakuti rezim  Erdogan?

Di negara asalnya, Turki, Gulen bukan hanya dikenal sebagai seorang pemikir dan tokoh pergerakan, tapi juga dikenal sebagai ulama yang sangat hebat. Dia lahir di Desa Erzurum, Izmir, Turki, pada 1941. Ayahnya, Ramiz Gulen, adalah seorang ulama. Sejak kecil ia lebih memfokuskan pendidikan informalnya di bidang agama Islam. Sejak usia 14 tahun, ia sudah berani memberikan ceramah keagamaan.

Baca Juga

Pada 1959, saat usianya menginjak 18 tahun, Gulen sudah mendapatkan izin menjadi dai. Kariernya sebagai dai dimulai di kota kelahirannya, Izmir. Di kota inilah Gulen mulai mengenalkan pemikiran-pemikirannya mengenai pendidikan, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan keadilan sosial. Di kota ini juga ia mulai membangun basis pengikutnya, yang sebagian besar adalah para siswa sekolah menengah dan perguruan tinggi.

Bagi Gulen, Turki yang sekuler tidak boleh menghalangi kemajuan umat Islam. Namun, yang membuatnya prihatin, Turki yang 99 persen penduduknya Muslim jutsru ekonominya sangat lemah. Kondisi itu sudah ia lihat sejak kecil hingga dewasa. Karena itu, menurut dia, salah satu kunci untuk mencapai kemajuan tersebut adalah pendidikan.

Berangkat dari pemikiran semacam itulah, ia kemudian mengajak para pengikutnya terlibat dalam gerakan Nurcu. Gerakan ini terinspirasi dari pemikiran tokoh cendekiawan Muslim Turki, Said Nursi. Dalam setiap ceramahnya, Gulen memang banyak mengadopsi pemikiran-pemikiran Nursi tentang masyarakat Muslim yang maju dan religius. Menurut pemikiran Gulen, umat Islam harus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga bisa bersaing dengan masyarakat Barat.

Inti gerakan Nurcu adalah hidup berjamaah akan lebih baik daripada hidup secara individual. Ia mengumpamakannya dengan kewajiban mengeluarkan zakat. Dalam Islam, seseorang yang harta bendanya sudah memenuhi kuota tertentu, wajib mengeluarkan zakat. Bila zakat ini secara individual dibayarkan kepada yang berhak, tentunya akan kurang berdaya guna. Namun, bila zakat ini dikelola dengan baik secara jamaah, hasilnya akan sangat berdaya guna, tidak hanya dapat meningkatkan taraf perekonomian, tetapi juga taraf pendidikan masyarakat.

Buat Gulen, untuk merealisasikan gerakan ini tidak terlalu susah karena ia sudah mempunyai jaringan pengikut yang terikat, baik personal maupun ideologi (kesamaan pandang). Jumlah mereka jutaan orang. Tidak mengherankan bila gerakan atau lembaga Gulen kini sudah mempunyai ratusan sekolah dan sejumlah universitas, rumah sakit, radio dan stasiun televisi, kantor berita, bank, perusahaan penerbitan, dan surat kabar. Institusi-institusi ini melibatkan ribuan orang sukarelawan yang digaji secara profesional. Aset lembaga Gulen pada 1999 saja diperkirakan tidak kurang dari 25 miliar dolar AS.

photo
Fethullah Gulen - (AP PHOTO)

Gerakan Gulen inilah yang menginspirasi banyak pemuka agama dan pemimpin di berbagai negara, yang kemudian meniru prinsip-prinsip gerakan tersebut. Presiden Marywood University, Pennsylvania, Ann Munley memuji gerakan Gulen yang dinilainya telah banyak memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan bukan hanya di Turki, tapi juga di seluruh dunia. Munley memandang Gulen sebagai tokoh Islam yang telah memberikan pengorbanan yang besar dalam dunia pendidikan bagi masyarakat dari beragam etnis dan agama.

Kekaguman terhadap kiprah Gulen dalam bidang pendidikan juga pernah dilontarkan mantan presiden Republik Indonesia, KH Abdurrahman Wahid atau yang biasa disapa dengan panggilan Gus Dur. Menurut Gus Dur, dalam mengembangkan sistem pendidikan, bangsa Indonesia harus belajar banyak dari Fethullah Gulen yang lebih menekankan pada pembentukan akhlak yang mulia.

''Ini sesuatu yang sangat penting apalagi bagi bangsa Indonesia karena sekolah-sekolah kita ini sekarang hampa moral. Kehampaan moral ini telah mengakibatkan terjadinya berbagai pelanggaran yang ada di masyarakat, maraknya korupsi, dan berbagai penyelewengan yang dilakukan birokrasi merupakan salah satu akibatnya. Ini menunjukkan bahwa ada krisis di dalam dunia pendidikan kaum Muslimin di Indonesia. Karena itu, saya rasa belajar bagaimana mengembangkan akhlak yang baik dalam pendidikan kita menjadi sangat penting,'' papar Gus Dur seperti dikutip dari website Pasiad Indonesia.

Selain di Turki, gerakan Gulen juga mengelola sekitar 500 institusi pendidikan di lebih 90 negara di Eropa, Asia, Afrika, dan Amerika Utara. Nama institusi di setiap kawasan berbeda. Di Asia Pasifik bernama Association of Social and Economic Solidarity with Pacific Nations yang dalam bahasa Turki disingkat Pasiad.

Keberadaan Pasiad juga sekolah-sekolah Turki di berbagai negara secara langsung tentu juga dimaksudkan membangun jaringan kerja sama ekonomi. Untuk maksud ini, sejumlah mahasiswa Turki juga belajar bahasa Indonesia di beberapa universitas di Indonesia.

Sebaliknya, banyak pengajar Indonesia yang diberi beasiswa untuk belajar bahasa di Turki. Mereka ini, antara lain, juga diharapkan menjadi penghubung antara kedua negara. Kini, bila ekonomi Turki mengalami kemajuan pesat, tentu tidak terlepas dari peran gerakan Gulen dan keberadaan lembaga-lembaga di luar negeri yang di Asia Pasifik bernama Pasiad.  

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement