REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Mursalin Yasland
Dunia sedang diliputi wabah Virus Korona (Covid-19). Tak ketinggalan negeri kita: Indonesia. Dari dua pasien positif covid-19 yang awalnya dikabarkan presiden, dari hari ke hari membengkak sampai ribuan pasien positif, dan puluhan pasien dunia. Korban penderita dan meninggal dunia, tidak memandang dari kalangan mampu atau miskin, kalangan cendekiawan atau biasa, pejabat atau rakyat biasa, dokter dan perawat pun juga kalangan agamawan.
Wabah korona mewabah nyaris se-nusantara. Semua menjaga jarak, berdiam diri di rumah, bahkan Shalat Jumat dan shalat berjamaah bagi umat Muslim di zona merah ditiadakan diganti shalat di rumah. Bahkan ada takmir masjid yang shalat berjamaah berjarak, setelah karpet/ambal sajadah digulung.
Rumah ibadah, rumah penduduk, kantor, sekolah, terminal, bandara, pelabuhan disemprot disinfektan. Banyak orang memakai masker, meski sulit diperoleh dan mahal. Cuci tangan dengan sabun, dan dibilas dengan cairan hand sanitizer menjadi wajib bagi semua orang. Salaman dan cipika cipiki dilarang, agar tidak tertular virus yang bermula di Kota Wuhan, China pada pertengahan Desember 2019.
Kerumunan dan keramaian mulai ditiadakan. Pengajian, tabligh akbar, dan acara keagamaan dan keduniawian diurungkan. Ada yang membandel atau ngeyel masih menyelenggarakan pesta pernikahan yang mengumpulkan orang banyak terpaksa dibubarkan paksa oleh aparat kepolisian.
Warga yang mudik atau pulang kampung, atau dari bepergian ke luar kota dilarang beranjak dari tempatnya. Tiket berlibur dan tiket mudik terpaksa dibatalkan (refund). Semua itu untuk mencegah dan menghindari penyebaran dan penularan virus korona kepada keluarga, masyarakat, dan kampungnya.
Anak sekolah diliburkan, UNBK ditiadakan. Kuliah tatap muka ditiadakan, wisuda pun ditunda. Kantor pemerintahan dan swasta telah "merumahkan" pegawai dan karyawannya. Mereka disuruh bekerja dari rumah, belajar dari rumah, bukan libur atau liburan. Tak ketinggalan para wartawan yang biasa bertugas di lapangan terpaksa juga bekerja dari rumah. Rapat redaksi di kantor ditiadakan diganti melalui aplikasi daring. Konferensi pers dengan nara sumber yang biasa secara offline berubah menjadi online dengan aplikasi tertentu.
Beberapa daerah mulai melakukan lockdown atau karantina wilayah. Meski presiden tidak memutuskan tidak ada lockdown dalam menghadapi mewabahnya covid-19. Karantina wilayah yang akan diterapkan karena memiliki perangkat hukum di Indonesia. Transportasi umum, darat, laut, dan udara dibatasi. Terminal bus, bandara, stasiun, dan pelabuhan dijaga ketat, dan diperiksa satu per satu penumpangnya. Program dan rencana yang mengumpulkan orang banyak terpaksa ambyar tanpa batas waktu.
Virus corona membuat jalanan macet menjadi lengang. Pengemudi ojek online lebih banyak nongkrong menanti pesanan makanan dari konsumen di rumah. Pedagang makanan dan toko mulai sepi pembeli. Buruh harian lepas istirahat panjang, karena kegiatan proyek terhenti.
Tak hanya itu, ibadah umroh dihentikan sementara. Kota Makkah dan Madinah menjadi lengang dari jamaah umroh. Belum tahu sebentar lagi memasuki Ramadhan yang biasanya Masjid Al Haram penuh sesak, apalagi di sepuluh hari terakhir. Belum jelas juga penyelenggaraan haji setelah Ramadhan, apakah kondisi seperti ini berlanjut. Wallahu a'lam bishawab.
Takdir. Tak ada yang tahu. Itulah kekuasaan Allah SWT atas makhluk ciptaan-Nya. Kekuasaan Allah meliputi langit dan bumi. Tidakkah selembar daun yang jatuh ke bumi, atas kehendak-Nya. Kehidupan nyata dan ghoib yang terjadi dan akan terjadi di alam jagad raya ini semuanya menjadi rahasia-Nya.
Manusia hanya mampu berbuat (berencana) dan berikhtiar (melaksanakan), takdir Allah yang menentukan. Bukankah apa yang menurut kita terbaik, tapi di hadapan Allah belum tentu baik, begitu sebaliknya apa yang menurut kita buruk, tapi menurut Allah baik. Kehidupan yang terjadi di alam semesta dan jagad raya ini sudah tertulis di lauhul mahfudz 50 ribu tahun sebelum langit dan bumi diciptakan.
Bagi umat Muslim, semua yang terjadi di muka bumi tidak ada yang sia-sia. Semuanya ada hikmahnya. Dalam Islam, kehidupan kaum muslimin memang sangat menakjubkan. Ketika diberikan nikmat dia bersyukur, saat ditimpa musibah dia bersabar. Tak ada takdir yang sia-sia apalagi yang bersifat mudhorat, semuanya manfaat. Tinggal lagi, manusianya yang berpikir atas semua kehendak-Nya, agar kita tetap husnudzon kepada Allah, dan jangan sekali-kali kita berpikir suudzon kepada-Nya.