REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Pro dan kontra atas status Hagia Sophia yang akan dialihfungsikan menjadi masjid, datang dari komunitas Kristen Turki. Perbedaan pendapat pun membuat komunitas Kristen ini terbelah menjadi dua kubu.
Keputusan final status Hagia Sophia, rencananya akan diputuskan pada Kamis, 2 Juli 2020. Meski begitu, inisiasi pengalihfungsian Museum Hagia Sophia masih melahirkan pergolakan di masyarakat, baik dukungan maupun penolakan.
Kepala Patriarkat Armenia Konstantinopel, Şahak II menyatakan mendukung ide Presiden Recep Tayyip Erdoğan untuk mengubah Hagia Sophia menjadi tempat ibadah Muslim. "Saya percaya doa orang-orang beriman lebih cocok dengan citra Hagia Sophia, daripada para wisatawan yang berlarian untuk mengambil gambar," ujarnya yang dikutip di Ahval News, Rabu (1/7).
Patriark Ekumenis Bartholomew I, pemimpin 300 juta orang Kristen Ortodoks di seluruh dunia, menyatakan keprihatinannya atas pengalihfungsian ini. “Alih-alih menyatukan, warisan berusia 1.500 tahun ini justru memecah belah kita, aku sedih sekaligus terguncang,” katanya.
Penolakan juga datang dari sejumlah Kedutaan Besar di Istanbul. Duta Besar A.S. Sam Brownback telah meminta Ankara mempertahankan Museum Hagia Sophia sebagai situs Warisan Dunia UNESCO.
“Hagia Sophia memiliki makna spiritual dan budaya yang sangat besar bagi miliaran orang percaya dari berbagai agama di seluruh dunia,” tulis Brownback.
Meski begitu, Erdogan memiliki dukungan besar untuk langkahnya ini, merujuk pada sebuah jajak pendapat yang baru-baru ini menghasilkan 73 persen warga Turki yang mendukung transformasi Hagia Sophia menjadi masjid.
Sumber: https://ahvalnews.com/hagia-sophia/christians-argue-over-hagia-sophias-status-mosque-decision-looms