Selasa 30 Jun 2020 21:14 WIB

Di Masa Pandemi, Lagu Religi Tak Lagi Jadi Musik Kolak

Fenomena pertama yakni meledaknya lagu Aisyah, yang disusul dengan lagu Covid-19.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Fakhruddin
Di Masa Pandemi, Lagu Religi Tak Lagi Jadi Musik Kolak (ilustrasi).
Foto: Republika
Di Masa Pandemi, Lagu Religi Tak Lagi Jadi Musik Kolak (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pandemi Covid-19 tampaknya tidak hanya membawa ujian dan kesengsaraan. Bagi sebagian orang, momen-momen ini berhasil menjadi ajang meningkatkan kreatifitas dan mengasah diri agar menjadi lebih baik.

Musisi Muslim, Agus Idwar, menilai masa pandemi Covid-19 membawa perubahan luar biasa dalam cara masyarakat Indonesia memandang lagu religi. Perjalanan musik religi atau nasyid di Indonesia sejak dulu memang luar biasa.

"Saya hijrah atau pindah dari Snada ke Nada Hijrah, alasannya sederhana. Saat itu lagu religi atau nasyid masih dianggap sebagai musik kolak, yang hanya laris saat bulan Ramadhan atau puasa," ujar Agus Idwar dalam sesi webinar Internasional yang digagas Majelis Ulama Indonesia (MUI), Selasa (30/6).

Idwar lantas menyebut janjinya saat bergabung dengan salah satu label di bawah bendera perusahaan rekaman Aquarius. Ia ingin menjadikan musik religi sejajar atau bahkan lebih tinggi dari musik pop.

Tak disangka, niatnya ini terwujud dengan memproduseri tiga penyanyi religi, yakni, Debu, Opick, alm Ustaz Jefri Al Buchari. Tiga musisi ini pula yang kemudian menjadi trendsetter musik religi di indonesia.

Mengamini pemikiran dari pemikir Islam, Muhammad Al Ghazali, Idwar menyebut jika seseorang tidak berusaha berbuat sesuatu, dikemudian hari ia hanya akan menjadi pengekor atau pengikut. Dirinya lantas bersyukur musik religi tidak lagi dianggap sebagai musik musiman.

Di tengah kondisi di pandemi ini, ia melihat suatu fenomena yang disebut dengan "boom creativity", atau ledakan kreatifitas. Setidaknya ada tiga fenomena yang ia rasakan terjadi selama beberapa bulan terakhir ini.

Fenomena pertama yakni meledaknya lagu Aisyah, yang disusul dengan lagu Covid-19 dan berikutnya lagu-lagu religi banyak tersebar di channel-channel YouTube.

"Lagu Aisyah ini luar biasa. Sempat trending 13 video clip. Lagu Aisyah yang populer ini adalah lagu cover yang kemudian di-cover lagi. Menariknya lagi, terjadi hijrah dari lagu pop ke lagu religi," ujar pria yang juga kerap dipanggil dengan Guswar ini.

Lagu Aisyah asalnya dibuat bukan oleh seorang seniman religi. Liriknya yang dirasa tidak tepat mendorong seseorang untuk mengubah hal tersebut dan dinyanyikan kembali. Ulama asal Cirebon, Buya Yahya, bahkan ikut terdorong mengubah lirik lagu tersebut.

Terkait ramainya musisi yang membuat lagu tentang Covid-19, Guswar mengatakan perlu dimaknai apakah karya tersebut masuk kategori lagu religi atau tidak. Ia menyebut, lagu yang memiliki unsur humanisme atau keumatan, memiliki pesan positif, maka disebut sebagai lagu religi.

Pandemi Covid-19 membawa perspektif dan pandangan baru bagi masyarakat, tidak hanya di Indonesia tapi juga dunia. Media YouTube kini menjadi wadah bagi siapapun yang ingin menunjukkan karyanya. Sebelum era Youtuber hadir, musisi atau pelaku seni musik bergantung pada perusahaan rekaman.

Masa pandemi juga mengubah teknologi produksi sebuah karya. Kini cukup berada di rumah, tiap tim tinggal mengirim data dan memrosesnya. "Kondisi ini menantang kreatifitas dan membuka kesempatan bagi semua orang menampilkan karyanya, termasuk lagu religi," ujar Guswar.

Guswar mengakui, seperti sabda Allah SWT dalam surah Alam Nasyroh, bersama kesulitan pasti ada kemudahan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya lagu religi di YouTube serta konsumsinya yang meningkat karena semua orang menjadi lebih ingat kepada Sang Pencipta. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement