REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Ketua Komisi Ekonomi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Azrul Tanjung meminta Unilever segera menghentikan kampanye pro-LGBT. Azrul beranggapan, kampanye ini bukan hanya menimbulkan gerakan antipati di masyarakat, melainkan kerugian bagi Uni lever.
"Kita tidak berkeinginan untuk merusak bisnis Unilever, tapi kita imbau kepada Unilever bahwa LGBT adalah penyakit dan harus diobati bukan justru di dukung," ujar Azrul kepada Republika, Ahad (28/6).
Unilever, perusahaan yang berbasis di Amsterdam, Belanda, resmi menyatakan diri berkomitmen mendukung gerakan LG BTQ+ pada 19 Juni lalu. Hal tersebut disampaikan melalui akun Instagram resmi.
"Kami berkomitmen untuk membuat rekan LGBTQ+ bangga karena kami bersama mereka. Karena itu, kami mengambil aksi dengan menandatangani Declaration of Amsterdam untuk memastikan setiap orang memiliki akses secara inklusif ke tempat kerja."
Unilever juga membuka ke sempatan bisnis bagi LGBTQ+ sebagai bagian dari koalisi global. Selain itu, Unilever meminta Stonewall, lembaga amal untuk LGBT, untuk mengaudit kebijakan dan tolok ukur bagaimana Unilever melanjutkan aksi ini.
Sebagai perusahaan besar, Azrul menjelaskan, Unilever seharusnya dapat lebih bijak dalam meng ambil sikap. Dia juga me minta Unilever untuk mengalih fungsikan dana dukungan mereka untuk mem bantu menyem buh kan penyakit LGBT. Menu rut Azrul, jika perusahaan tersebut memberi so kong an dana kepada LGBT, akan ber bahaya bagi peradaban kehidupan.
Azrul menegaskan, akan meng ajak masyarakat untuk beralih pada produk lain jika Uni lever tak kunjung menghen tikan kampanye pro-LGBT. Me nurut dia, gerakan tersebut akan me libatkan MUI bersama ormas-ormas Islam jika kampanye itu diteruskan. "Saya selaku ketua komisi ekonomi MUI akan meng ajak masyarakat berhenti menggunakan produk Unilever dan memboikot Uni lever," kata dia.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Marsudi Syuhud mengungkapkan, dukungan yang diberikan Uni le ver seharusnya bertujuan untuk menyembuhkan penyakit LGBT. Dia meminta Unilever jangan membuat penyakit itu semakin menyebar di lingkungan masya rakat.
"Kalau dukungannya untuk menyembuhkan penyakit itu, itu namanya punya usaha untuk memperbaikinya. Namun, kalau ternyata mendukungnya untuk orang jadi sakit, ya namanya itu mendukung penyakit," jelas dia.
Kiai Marsudi mengatakan, selama ini PBNU memang ber pan dangan bahwa LGBT itu ada lah kaum yang harus didekati agar bisa hidup normal kembali. Penyembuhan mereka harus le wat cara dak wah yang baik. Dia menegaskan, yang harus di benci dari LGBT adalah penyakitnya bu kan ma nusianya.
Pengamat Ekonomi Islam Yusuf Wibisono menjelaskan, boikot adalah salah satu bentuk etika dan moral dalam konsum si. Dia juga menegaskan, gerakan itu merupakan bentuk protes moral dari konsumen kepada produsen yang legal dan dibenarkan.
Menurut dia, boikot telah menjadi instrumen penting un tuk menyuarakan aspirasi kon su men di pasar global dan untuk meningkatkan sensitivitas per usahaan terhadap kepentingan ekonomi, politik, dan sosial. "Jika ada protes dan boikot dari se bagian konsumen Muslim Indo nesia kepada Unilever atas dasar kriteria moral, yaitu menolak tindakan Unilever yang mendukung LGBT, itu adalah sah dan terbenarkan," jelas dia.
Governance and Corporate Affairs Director Unilever Indo ne sia Sancoyo Antarikso menga takan, Unilever beroperasi di le bih dari 180 negara dengan bu daya yang berbeda. "Secara glo bal dan di Indonesia, Unilever percaya pada keberagaman dan lingkungan yang inklusif," ka tanya dalam keterangan pers yang diterima, Jumat (26/6).
Sancoyo mengatakan, Unilever telah beroperasi selama 86 ta hun di Indonesia. Unilever selalu menghormati ataupun memahami budaya, norma, dan nilai setempat. "Oleh karena itu, kami akan selalu bertindak dan menyam paikan pesan yang sesuai dengan budaya, norma, dan nilai yang berlaku di Indonesia," kata dia.